Tags: Pikiran Perjuangan, BungSjahrir
Sutan Sjahrir Perdana Menteri 
Pertama Indonesia, telah menorehkan tintas emas perjalanan sejarah 
bangsa Indonesia.
 Ia lahir di Padangpanjang Sumatera Barat 5 Maret 1909,
 dan meninggal dunia pada usia 57 tahun setelah dirawat sekian lama 
akibat sakit yang dideritanya. Sutan Sjahrir bukan saja sebagai founding
 father bersama Soekarno dan Mohamad Hatta, tetapi juga meletakan 
pemikiran politik yang berlandaskan gagasan anti kolonialisme, anti 
fasisme, dan anti feodalis
Berangkat dari gagasan itu, Sutan Sjahrir 
sangat menitikberatkan pada upaya-upaya melakukan pendidikan untuk 
rakyat. Kolonialisme bisa bertahan lama di bumi pertiwi, karena 
kemiskinan dan kebodohan membuatnya semakin terperdaya. Sepulangnya dari
 studi di Belanda tahun 1931, Sutan Sjahrir langsung bergulat dengan 
dunia pergerakan, dan bersama Bung Hatta mendirikan PNI Baru (Pendidikan
 Nasional Indonesia).   
Sutan Sjahrir memimpin PNI Baru organisasi 
yang menghimpun kaum pergerakan nasional. PNI Baru mendidik kader-kader 
pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusioner kemerdekaan 
nasional. Ketakutan akan potensi revolusioner PNI Baru, medio Februari 
1934 pemerintah kolonial Belanda menangkap dan memenjarakan Sjahrir, 
Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digul Papua selama 
setahun. Mereka lalu dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa 
pembuangan selama enam tahun
Pada bulan maret ini, Bung Kecil sebutan
 bagi Sutan Sjahrir genap sembilan puluh sembilan tahun peringatan hari 
kelahirannya. Menurut A. Rahman Tolleng tokoh aktivis 66, walaupun 
memiliki postur tubuh relatif pendek, tetapi Bung Kecil telah melahirkan
 raksasa-raksasa intelektual. Sebut saja misalnya, Prof. Sarbini 
Soemawinata,  Soebadio Sastrosatomo, Prof. Soemitro Djodjohadikusumo, 
dan Dr. Sudjatmoko yang menjadi sumber inspirasi kaum cendekia dan para 
aktor politik
Tentunya, memperingati kelahiran Sutan Sjahrir 
bukan untuk membalikan jarum jam sejarah, apalagi pengkultusan individu.
 Yang lebih penting dapat menjadi media refleksi dan koreksi atas 
ingatan kolektif masyarakat dewasa ini. Membaca pikiran dan perjuangan 
Sutan sjahrir dan founding father lainnya, harus membuka kesadaran 
betapa kemerdekaan yang dinikmati hari ini sesungguhnya atas perjuangan 
dan pengorbanan jiwa raga, bukan diperoleh dengan cuma-cuma
Pandangan Politik
Sejarah
 revolusi kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari suasana pasca Perang 
Dunia (PD) II. Perang dingin antara blok timur yang dimotori Uni 
Sovyet-Rusia dan blok barat Amerika Serikat dengan sekutunya telah 
mempengaruhi dinamika politik nasional. Sutan Sjahrir dan Tan Malaka, 
sejak semula melakukan gerakan bawah tanah non-kooperatif terhadap 
Jepang yang saat itu menduduki wilayah Hindia Belanda. Sementara jalan 
yang ditempuh Soekarno-Hatta bekerjasama dengan Jepang dalam meraih 
kemerdekaan nasional
Pada titik ini, timbul perbedaan pandangan 
mensikapi momentum proklamasi kemerdekaan. Pandangan kelompok Sjahrir, 
kekalahan Jepang kubu fasis oleh sekutu berdampak bahwa kemerdekaan 
hasil pemberian Jepang akan dianggap pemerintahan Indonesia sebagai 
kolaborator fasisme Jepang. Dan, sangat memalukan jika Soekarno-Hatta 
sebagai pemimpin pemerintahan yang baru merdeka kemudian diadili oleh 
Mahkamah Internasional. Oleh karenanya, muncul peristiwa Rengasdengklok 
mendorong proklamasi 17 Agustus 1945 yang menunjukan kemerdekaan 
nasional bukan janji yang diberikan Jepang, tetapi  hasil perjuangan 
seluruh rakyat Indonesia
Pada fase selanjutnya, dengan kekuatan 
diplomasi Sutan Sjahrir membawa Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa 
lain di dunia. Sutan Sjahrir menyadari sebuah negara baru merdeka, dan 
berada ditengah arus dua kutub politik yang sedang bersaing. Hanya 
kecerdasan dan kecerdikan membaca situasi politik, membuat posisi 
Indonesia tidak mudah terperangkap dalam pusaran konflik perang dingin, 
dan ancaman kembalinya kolonialisme Belanda.  
Didepan sidang 
Dewan Kemanan PBB tanggal 14 Agustus 1947 Sutan Sjahrir menyampaikan 
pandangan politik. Ia mengupas Indonesia sebagai sebuah bangsa yang 
memiliki budaya dan peradaban lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. 
Kemudian, pada forum itu secara cerdas Bung Sjahrir juga mematahkan 
argumen-argumen yang disampaikan wakil Belanda, Van Kleffens. Melalui 
jalan politik diplomasi ini, akhirnya Indonesia berhasil merebut 
kedudukan sebagai sebuah negara berdaulat dan bermartabat di pentas 
internasional
Pikiran Sjahrir
Jalan Politik yang diambil Sutan 
Sjahrir, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh jiwa patriotik dan 
pemikirannya yang menjunjung tinggi persamaan derajat setiap manusia. 
Sutan Sjahrir dengan tegas menolak segala bentuk totalitarianisme. Baik 
totalitarianisme kanan dalam bentuk fasisme, maupun komunisme sebagai 
wujud totalitarianisme kiri. Keduanya mengekang kebebasan perorangan 
yang membatu manusia tidak lebih dari budak kekuasaan semata.
Menurut
 Sutan Sjahrir nasionalime harus berpijak pada demokrasi, karena 
nasionalisme bisa tergelincir pada fasisme jika bersekutu dengan 
feodalisme lokal. Nasionalisme juga bisa menjadi chauvinistik dalam 
hubungan internasional, jika tidak dilandasi pemikiran humanistik 
(kemanusiaan). Hal ini yang dialami oleh Hitller dan Musolini yang 
kemudian menimbulkan Perang Dunia kedua
Diposting 
Penegasan Sutan
 Sjahrir akan jalan demokrasi dan penentangan terhadap segala bentuk 
totalitarianisme, ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). 
Sosialisme yang dimaksudnya adalah sosialisme berdasarkan kerakyatan 
yang mengakui kemerdekaan setiap orang untuk berpikir dan bertindak 
sesuai keyakinannya. Sutan Sjahrir menekankan secara jelas tujuan dan 
strategi kaum sosialis berbeda dengan kaum komunis. Diktator Proletar 
sebagai sebuah tahapan revolusi bagi kaum komunis, buat kaum sosialis 
merupakan bentuk kediktatoran yang melanggar prinsip-prinsip demokras
Partai
 Sosialis Indonesia, akhirnya bersama Partai Masyumi dibubarkan oleh 
pemerintahan Soekarno dengan alasan yang tidak cukup jelas. Partai 
berbasis kader ini, walaupun dalam Pemilu 1955 mengalami kekalahan, 
tetapi berhasil mencetak kader-kader tangguh. Sutan Sjahrir berhasil 
membuka jalan demokrasi, dan memberi pelajaran etika berpolitik yang 
sangat berharga bagi bangsa Indonesia
Andai saja Sutan Sjahrir 
seorang yang haus kekuasaan, maka dengan segala potensi ia bisa meraih 
dan mempertahankannya. Namun, Bung Sjahrir meyakini politik tidak semata
 diartikan tindakan merebut dan mempertahankan kekuasaan an-sich. 
Politik bukan machtsvorming dan machtsaanwending, tapi mengandung sifat 
eksistensial dalam wujudnya, karena melibatkan juga rasionalitas 
nilai-nilai. Jadi, politik harus dibenarkan oleh akal sehat yang dapat 
diuji dengan kriteria moral.
Sutan Sjahrir-pun seorang anak bangsa 
yang telah memberi arti banyak bagi tegaknya republik, diakhir hayatnya 
lebih memilih jalan sunyi. Mohamad Hatta pernah berkata, ?Ia (Sjahrir) 
berjuang untuk Indonesia merdeka, melarat dalam pembuangan untuk 
Indonesia merdeka, ikut membina Indonesia merdeka, tapi ia sakit dan 
meninggal dalam tahanan Republik Indonesia yang merdeka, ia lebih banyak
 menderita di dalam Republik Indonesia yang ia cintai, daripada di dalam
 Hindia Belanda kolonial yang ditentangnya?.
Bung, damai selalu dalam tidur panjang bersamaNya doa kami menyertaimu !   
Penulis, BUDIANA IRMAWAN
              Ketua Jaringan Kerja Solidaritas Kerakyatan (Jakasoka)

1 komentar
Sutan syahrir berakhir di tahanan CPM oleh karena politik
Posting Komentar