Sukarni Kartodiwirjo memang tidak memegang peranan sentral dalam perjuangan kemerdekaan, namun peranannya sangat menentukan. Indonesia mungkin tak akan memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, jika
Saat itu Sukarni yang mewakili generasi muda merasa gerah dengan sikap wait and see
 yang dipilih Bung Karno dan Bung Hatta menyikapi menyerahnya Jepang 
terhadap Sekutu. Kelompok anak muda itu kemudian menculik Soekarno – 
Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat. Setelah ide memanfaatkan vacuum of power
 untuk menyatakan kemerdekaan disetujui, maka kedua pemimpin tersebut 
dibebaskan kembali ke Jakarta untuk memimpin rapat penyusunan teks 
proklamasi.
Sukarni lahir di Blitar tahun 1916. Ia adalah aktivis militas yang 
pantang berkompromi. Masa kecilnya diwarnai dengan berbagai perkelahian 
dengan anak-anak Belanda. Hampir setiap hari, anak pedagang sapi ini 
menantang berkelahi sinyo-sinyo Belanda. Ketidaksukaannya terhadap penjajah rupanya merupakan pengaruh gurunya, Moh. Anwar.
Pemuda Sukarni sempat menjadi ketua Indonesia Muda cabang Blitar. 
Pertemuannya dengan Bung Karno saat menempuh pendidikan di kweekschool 
(sekolah guru) di Jakarta, membuatnya makin tertarik pada dunia politik.
Setelah menculik dan memaksa Soekarno – Hatta memproklamasikan 
kemerdekaan RI, Sukarni juga aktif dalam berbagai episode perjuangan. 
Tokoh revolusioner pemberani ini berperan besar dalam perjalanan 
parlemen Indonesia. Saat negara masih belia, sehingga belum sempat 
dilaksanakan Pemilihan Umum, Sukarni mengusulkan agar sebelum terbentuk 
DPR dan MPR, tugas legislatif dijalankan oleh KNIP. Sukarni pulalah yang
 memperjuangkan pembentukan Badan Pekerja KNIP sebagai lembaga negara 
yang mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus pemimpin rakyat. Ia kemudian
 diangkat menjadi anggota DPRD dan Konstituante.
Namun hubungannya dengan Bung Karno tidak mulus. Melalui Partai Murba, 
Sukarni menentang kebijakan-kebijakan Soekarno. Sikap itu harus dibayar 
mahal dengan kebebasannya. Sukarni keluar dari penjara setelah Orde Baru
 berkuasa.
Ia wafat pada 7 Mei 1971 sewaktu menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung RI.

0 komentar
Posting Komentar