Gerakan Kiri

Revolusi Indonesia

Kamis, 11 Desember 2014

Haji Misbach Sang Haji Merah


14005818881999413954

Sosialisme / Komunisme merupakan ideologi yang tidak bisa dipisahkan dari berdirinya Negara Republik Indonesia. Hampir semua para pendiri bangsa ini mengadopsi pemikiran Karl Marx & Engels serta Lenin dengan kadar yang berbeda-beda.
Soekarno menerapkan ideologi kirinya dengan mencocokkan dengan kondisi masyarakat Indonesia dan menamainya “Marhaenisme.” Hatta, Syahrir, Tan Malaka juga merupakan Sosialis / Komunis.
Ada tokoh Komunis Indonesia yang tidak terkenal, namun sempat menghebohkan dunia perjuangan kemerdekaan bangsa kita dulu. Ia adalah Haji Mohammad Misbach atau yang biasa dikenal dengan Haji Merah. Ia menggegerkan dunia karena mempersatukan Islam & Komunisme. Berikut adalah riwayat singkat Haji Misbach.
Nama kecilnya ialah Achmad, lahir pada tahun 1876 di Kauman Surakarta. Haji Misbach adalah seorang mubaligh yang berpendidikan pesantren. Ia tidak terlalu terkenal di kalangan pergerakan, namanya kalah tenar dengan Tjokroaminoto pada saat itu. Achmad pertama kali tampil sebagai tokoh pergerakan kaum muda Islam pada awal abad ke 20. Nama Haji Mohammad Misbach dipakai setelah ia menunaikan ibadah haji.
Awal abad ke 20 dunia memang sedang bergejolak, tidak hanya di Hindia-Belanda pada saat itu namun juga di seluruh belahan dunia lainnya. Pan Islamisme sedang menguat di Timur Tengah, Marxisme juga sedang “beken” dan menjadi “trendsetter” di Asia terutama Asia Timur & Tenggara setelah terjadinya Revolusi di Uni Soviet.
Lalu Revolusi Tiongkok 1917dan Perang Dunia I. Kebangkitan Islam dan Komunisme itulah yang mempengaruhi pemikiran Haji Misbach. Pendidikannya di pesantren membuatnya memahami Islam begitu dalam dan Imannya pun sangat kuat.
Di Hindia-Belanda pun pada awal abad ke 20 terjadilah apa yang disebut Politik Etis. Kebijakan  Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda itu sangat mengubah pergerakan kemerdekaan. Nasionalisme menguat, dan jalan perjuangan berubah dari perang fisik sesuai daerah masing-masing menjadi persatuan antar daerah yang terjajah melalui organisasi. Pendidikan yang mulai dibuka untuk kalangan masyarakat menjadi jembatan emas menuju kemerdekaan.
Pada awal 1912, berdirilah organisasi Sarekat Dagang Islam yang kemudian berganti menjadi Sarekat Islam. Perkembangan organisasi ini cukup mengejutkan karena dalam waktu beberapa tahun saja warganya sangat banyak. Hal ini menarik minat ISDV (de Indische Sociaal Democratisch Vereeniging)-Sebuah partai Komunis pimpinan Sneevliet- untuk bergabung dengan SI demi menyelundupkan paham Marxisme di dalam tubuh SI.
Kader-kader ISDV denga mudahnya menjadi kader SI karena ISDV & SI memiliki pandangan yang sama mengenai monopoli kaum Tionghoa dalam perdagangan yang merugikan para pedagan lokal (Islam terutama) dan juga sama-sama anti Kapitalisme serta mendukung struktur sosial masyakarakat tanpa kelas, tanpa jurang pemisah antara Si Kaya & Si Miskin.
Diantara kader ISDV yang masuk ke SI adalah Semaun & Darsono, mereka berhasil menggeser SI menjadi ke kiri. Suksesnya mereka di dalam SI membuat konflik internal di dalam organisasi tersebut. Terjadi cekcok yang cukup keras antara Tjokroaminoto & Semaun yang mengakibatkan SI terpecah menjadi SI Putih (Tjokroaminoto) & SI Merah (Semaun). Akhirnya Tjokroaminoto membuat kebijakan untuk melarang kadernya menjadi kader di organisasi lain.
Kebijakannya itu ditentang keras oleh Semaun, Tan Malaka, dan lain-lain. Juga oleh Haji Misbach yang dekat dengan Semaun. Haji Misbach mengkritik kebijakan itu dalam tulisannya “Semprong Wasiat: Partijdiesipline SI. Tjokroaminoto Menjadi Ratjoen Pergerakan Ra’jat Hindia.”
Pada 4 Maret 1923, di bawah kendali Semaun SI Merah yang sudah berkembang pesat melaksanakan Kongres di Bandung. Kongres ini dihadiri 16 cabang PKI, 14 cabang SI Merah, dan sekumpulan sekerja Komunis. Haji Misbach hadir dalam kongres ini dan menyampaikan pendapatnya dalam uraiannya dengan menunjukkan ayat-ayat Al-Qur’an. Ia menegaskan hubungan Islam & Komunisme dalam usaha perang melawan Kapitalisme. Ia juga mengkritik para pimpinan SI Putih yang dianggap munafik karena menjadikan Islam sebagai selimut mereka untuk memperkaya diri.
Dari situlah namanya mulai terkenal, ia menjadi mubaligh komunis yang selalu berkoar-koar tentang Islam Komunis. Ia kemudian menjadi pimpinan PKI di Vostenlanden yang turut mendirikan PKI afdeeling Surakarta. Awal abad ke 20 memang menurut saya memang benar-benar indah, perjuangan sangat terasa pada periode ini. Pendidikan yang semakin maju membuat kesadaran rakyat mengenai kemerdekaan bangsa semakin menguat.
Pada periode ini pula lah munculnya pers Indonesia untuk pertama kalinya yang dipelopori oleh Tirto Adisuryo yang kemudian dijuluki sebagai “Bapak Pers Indonesia.” Kehadiran Pers menjadi alat yang sangat canggih untuk menebarkan ideologi-ideologi demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Banyaknya surat kabar yang terbit menjadi tonggak perjuangan.
Haji Misbach juga berjuang melalui suratkabar. Kehadiran Medan Priyayi memiliki peranan sangat besar dalam pembangunan SI di Surakarta yang kemudian pecah menjadi SI Merah dan berafiliasi dengan PKI. Sedang “ngetrend” nya suratkabar membuat Haji Misbach meninggalkan usaha batiknya dan menerbitkan suratkabarnya Medan Moeslimin.
Tulisan-tulisannya cukup menggegerkan karena ia banyak mengupas tentang Islam & Komunisme. Memang Islam & Komunisme menjadi momok bagi Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda juga bagi dunia. Islam & Komunisme kebangkitannya begitu ditunggu untuk menghancurkan Kapitalisme, namun juga diharapkan kehancurannya. Islam & Komunisme memang selalu dilematis. Ajaran Islam revolusioner yang berlandaskan Komunisme banyak disebarkan oleh Haji Misbach melalui suratkabar ternama saat itu Islam Bergerak & Medan Moeslimin.
Islam menunjukkan jalan keselamatan. Islam mengajarkan kewajiban untuk berperang melawan para penindas. Komunisme juga mengajarkan perjuangan melawan para penindas, terutama dalam hal bidang Sosial dan Ekonomi. Hal ini membuat Haji Misbach semakin tertarik menggabungkan keduanya dalam perjuangannya.
Masyarakat tanpa kelas adalah tujuan utama Haji Misbach. Karena baginya dalam Islam juga mengajarkan demikian. Perjuangan Haji Misbach membuat geram Pemerintah Hindia-Belanda, sehingga pada Juli 1924 Haji Misbach ditangkap lalu dibuang ke Manokwari. Saat itu ia dicap sebagai Komunis Islam paling terkenal.
Di Manokwari yang menjadi tempat pembuangannya itulah isteri Haji Misbach meninggal dunia. Istrinya terserang penyakit malaria. Haji Misbach ingin membawanya ke Eropa untuk perawatan isterinya. Namun sayang, sebelum dipindahkan ke Eropa, Haji Misbach juga terserang malaria seperti isterinya. Pada 24 Mei 1924, Haji Misbach meninggal dunia. Ia meninggalkan dua orang putra, Madoeki & Karobet dan seorang putri yaitu Soimatoen.
Meninggalnya Haji Misbach menorehkan duka yang cukup mendalam. Keberanian dan kegigihannya dalam berjuang melawan penjajah dengan Islam & Komunismenya memang tidak berdampak banyak, namun cukup bagi Indonesia untuk mengenangnya sebagai salah seorang pejuang kemerdekaan bangsa ini dan layak untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Beberapa karya-karya Haji Misbcah diantaranya adalah :
· “Orang Bodo Joega Machloek Toehan, Maka Fikiran Jang Tinggi Djoega Bisa di Dalam Otaknja.” Dalam Islam Bergerak, 10 Maret 1919
· “Seroean Kita.” Dalam Medan Moeslimin.
· “Pembarisan Islam Bergerak: Sikap Kita” dalam Islam Bergerak, 20 November 1922.
· Dan lain-lain masih banyak lagi tulisan-tulisan Haji Misbach baik di Islam Bergerak maupun di Medan Moeslimin.
Sumber :
Misbach, H.M. 1923. “Islam & Gerakan.” Jakarta: Medan Moeslimin.
Gie, Soe Hok. 1997. “Orang-Orang di Persimangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Hiqmah, Nor. 2008. “H.M. Misbach: Kisah Haji Merah.” Depok: Komunitas Bambu.

0 komentar

Posting Komentar