Sosialisme / Komunisme merupakan
ideologi yang tidak bisa dipisahkan dari berdirinya Negara Republik
Indonesia. Hampir semua para pendiri bangsa ini mengadopsi pemikiran
Karl Marx & Engels serta Lenin dengan kadar yang berbeda-beda.
Soekarno menerapkan ideologi kirinya dengan mencocokkan dengan kondisi
masyarakat Indonesia dan menamainya “Marhaenisme.” Hatta, Syahrir, Tan
Malaka juga merupakan Sosialis / Komunis.
Ada tokoh Komunis Indonesia yang tidak
terkenal, namun sempat menghebohkan dunia perjuangan kemerdekaan bangsa
kita dulu. Ia adalah Haji Mohammad Misbach atau yang biasa dikenal
dengan Haji Merah. Ia menggegerkan dunia karena mempersatukan Islam
& Komunisme. Berikut adalah riwayat singkat Haji Misbach.
Nama kecilnya ialah Achmad, lahir pada tahun
1876 di Kauman Surakarta. Haji Misbach adalah seorang mubaligh yang
berpendidikan pesantren. Ia tidak terlalu terkenal di kalangan
pergerakan, namanya kalah tenar dengan Tjokroaminoto pada saat itu.
Achmad pertama kali tampil sebagai tokoh pergerakan kaum muda Islam pada
awal abad ke 20. Nama Haji Mohammad Misbach dipakai setelah ia
menunaikan ibadah haji.
Awal abad ke 20 dunia memang sedang
bergejolak, tidak hanya di Hindia-Belanda pada saat itu namun juga di
seluruh belahan dunia lainnya. Pan Islamisme sedang menguat di Timur
Tengah, Marxisme juga sedang “beken” dan menjadi “trendsetter” di Asia
terutama Asia Timur & Tenggara setelah terjadinya Revolusi di Uni
Soviet.
Lalu Revolusi Tiongkok 1917dan Perang Dunia
I. Kebangkitan Islam dan Komunisme itulah yang mempengaruhi pemikiran
Haji Misbach. Pendidikannya di pesantren membuatnya memahami Islam
begitu dalam dan Imannya pun sangat kuat.
Di Hindia-Belanda pun pada awal abad ke 20
terjadilah apa yang disebut Politik Etis. Kebijakan Pemerintah Kolonial
Hindia-Belanda itu sangat mengubah pergerakan kemerdekaan. Nasionalisme
menguat, dan jalan perjuangan berubah dari perang fisik sesuai daerah
masing-masing menjadi persatuan antar daerah yang terjajah melalui
organisasi. Pendidikan yang mulai dibuka untuk kalangan masyarakat
menjadi jembatan emas menuju kemerdekaan.
Pada awal 1912, berdirilah organisasi
Sarekat Dagang Islam yang kemudian berganti menjadi Sarekat Islam.
Perkembangan organisasi ini cukup mengejutkan karena dalam waktu
beberapa tahun saja warganya sangat banyak. Hal ini menarik minat ISDV
(de Indische Sociaal Democratisch Vereeniging)-Sebuah partai Komunis
pimpinan Sneevliet- untuk bergabung dengan SI demi menyelundupkan paham
Marxisme di dalam tubuh SI.
Kader-kader ISDV denga mudahnya menjadi
kader SI karena ISDV & SI memiliki pandangan yang sama mengenai
monopoli kaum Tionghoa dalam perdagangan yang merugikan para pedagan
lokal (Islam terutama) dan juga sama-sama anti Kapitalisme serta
mendukung struktur sosial masyakarakat tanpa kelas, tanpa jurang pemisah
antara Si Kaya & Si Miskin.
Diantara kader ISDV yang masuk ke SI adalah
Semaun & Darsono, mereka berhasil menggeser SI menjadi ke kiri.
Suksesnya mereka di dalam SI membuat konflik internal di dalam
organisasi tersebut. Terjadi cekcok yang cukup keras antara
Tjokroaminoto & Semaun yang mengakibatkan SI terpecah menjadi SI
Putih (Tjokroaminoto) & SI Merah (Semaun). Akhirnya Tjokroaminoto
membuat kebijakan untuk melarang kadernya menjadi kader di organisasi
lain.
Kebijakannya itu ditentang keras oleh
Semaun, Tan Malaka, dan lain-lain. Juga oleh Haji Misbach yang dekat
dengan Semaun. Haji Misbach mengkritik kebijakan itu dalam tulisannya
“Semprong Wasiat: Partijdiesipline SI. Tjokroaminoto Menjadi Ratjoen Pergerakan Ra’jat Hindia.”
Pada 4 Maret 1923, di bawah kendali Semaun
SI Merah yang sudah berkembang pesat melaksanakan Kongres di Bandung.
Kongres ini dihadiri 16 cabang PKI, 14 cabang SI Merah, dan sekumpulan
sekerja Komunis. Haji Misbach hadir dalam kongres ini dan menyampaikan
pendapatnya dalam uraiannya dengan menunjukkan ayat-ayat Al-Qur’an. Ia
menegaskan hubungan Islam & Komunisme dalam usaha perang melawan
Kapitalisme. Ia juga mengkritik para pimpinan SI Putih yang dianggap
munafik karena menjadikan Islam sebagai selimut mereka untuk memperkaya
diri.
Dari situlah namanya mulai terkenal, ia
menjadi mubaligh komunis yang selalu berkoar-koar tentang Islam Komunis.
Ia kemudian menjadi pimpinan PKI di Vostenlanden yang turut mendirikan
PKI afdeeling Surakarta. Awal abad ke 20 memang menurut saya memang
benar-benar indah, perjuangan sangat terasa pada periode ini. Pendidikan
yang semakin maju membuat kesadaran rakyat mengenai kemerdekaan bangsa
semakin menguat.
Pada periode ini pula lah munculnya pers
Indonesia untuk pertama kalinya yang dipelopori oleh Tirto Adisuryo yang
kemudian dijuluki sebagai “Bapak Pers Indonesia.” Kehadiran Pers
menjadi alat yang sangat canggih untuk menebarkan ideologi-ideologi demi
kemerdekaan bangsa Indonesia. Banyaknya surat kabar yang terbit menjadi
tonggak perjuangan.
Haji Misbach juga berjuang melalui suratkabar. Kehadiran Medan Priyayi
memiliki peranan sangat besar dalam pembangunan SI di Surakarta yang
kemudian pecah menjadi SI Merah dan berafiliasi dengan PKI. Sedang
“ngetrend” nya suratkabar membuat Haji Misbach meninggalkan usaha
batiknya dan menerbitkan suratkabarnya Medan Moeslimin.
Tulisan-tulisannya
cukup menggegerkan karena ia banyak mengupas tentang Islam &
Komunisme. Memang Islam & Komunisme menjadi momok bagi Pemerintah
Kolonial Hindia-Belanda juga bagi dunia. Islam & Komunisme
kebangkitannya begitu ditunggu untuk menghancurkan Kapitalisme, namun
juga diharapkan kehancurannya. Islam & Komunisme memang selalu
dilematis. Ajaran Islam revolusioner yang berlandaskan Komunisme banyak
disebarkan oleh Haji Misbach melalui suratkabar ternama saat itu Islam Bergerak & Medan Moeslimin.
Islam menunjukkan jalan keselamatan. Islam
mengajarkan kewajiban untuk berperang melawan para penindas. Komunisme
juga mengajarkan perjuangan melawan para penindas, terutama dalam hal
bidang Sosial dan Ekonomi. Hal ini membuat Haji Misbach semakin tertarik
menggabungkan keduanya dalam perjuangannya.
Masyarakat tanpa kelas adalah tujuan utama
Haji Misbach. Karena baginya dalam Islam juga mengajarkan demikian.
Perjuangan Haji Misbach membuat geram Pemerintah Hindia-Belanda,
sehingga pada Juli 1924 Haji Misbach ditangkap lalu dibuang ke
Manokwari. Saat itu ia dicap sebagai Komunis Islam paling terkenal.
Di Manokwari yang menjadi tempat
pembuangannya itulah isteri Haji Misbach meninggal dunia. Istrinya
terserang penyakit malaria. Haji Misbach ingin membawanya ke Eropa untuk
perawatan isterinya. Namun sayang, sebelum dipindahkan ke Eropa, Haji
Misbach juga terserang malaria seperti isterinya. Pada 24 Mei 1924, Haji
Misbach meninggal dunia. Ia meninggalkan dua orang putra, Madoeki &
Karobet dan seorang putri yaitu Soimatoen.
Meninggalnya Haji Misbach menorehkan duka
yang cukup mendalam. Keberanian dan kegigihannya dalam berjuang melawan
penjajah dengan Islam & Komunismenya memang tidak berdampak banyak,
namun cukup bagi Indonesia untuk mengenangnya sebagai salah seorang
pejuang kemerdekaan bangsa ini dan layak untuk mendapat gelar Pahlawan
Nasional.
Beberapa karya-karya Haji Misbcah diantaranya adalah :
· “Orang Bodo Joega Machloek Toehan, Maka Fikiran Jang Tinggi Djoega Bisa di Dalam Otaknja.” Dalam Islam Bergerak, 10 Maret 1919
· “Seroean Kita.” Dalam Medan Moeslimin.
· “Pembarisan Islam Bergerak: Sikap Kita” dalam Islam Bergerak, 20 November 1922.
· Dan lain-lain masih banyak lagi tulisan-tulisan Haji Misbach baik di Islam Bergerak maupun di Medan Moeslimin.
Sumber :
Misbach, H.M. 1923. “Islam & Gerakan.” Jakarta: Medan Moeslimin.
Gie, Soe Hok. 1997. “Orang-Orang di Persimangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Hiqmah, Nor. 2008. “H.M. Misbach: Kisah Haji Merah.” Depok: Komunitas Bambu.
0 komentar
Posting Komentar