Pencantuman dalam iklan oleh PKS bahwa
Suharto adalah guru bangsa menunjukkan bahwa partai yang di antara para
tokoh -tokoh utamanya terdapat juga doktor Hidayat Nur Wahid MA (ketua
MPR) telah melakukan “blunder” (bahasa Belanda, yang artinya kesalahan
besar) yang tidak tanggung-tanggung. Kalau tidak merupakan “blunder”,
tetapi memang betul-betul menjadi sikap politik (dan sikap moral)
partai, maka berarti bahwa partai PKS (ma’af atas pemakaian kata-kata
berikut ini ) menelanjangi dirinya sebagai partai yang dipimpin
orang-orang yang imannya sesat atau garis politiknya keliru atau
moralnya kurang sehat.(untuk tidak mengatakan dengan bahasa lebih polos :
moralnya rusak).
Bahwa semua partai bisa saja melakukan
kesalahan-kesalahan, dan juga bahwa ada saja kekeliruan yang bisa
dima’afkan atau dibiarkan saja, itu bisa dimengerti oleh banyak
orang.Namun, sekali lagi namun, kalau “Suharto adalah guru bangsa” ini
menjadi keyakinan suatu partai (terutama sekali PKS atau Golkar) maka
hal itu perlu bersama-sama dipersoalkan secara serius atau diprotes
beramai-ramai. Karena, penggunaan kata “bangsa” di situ bisa diartikan
bahwa seluruh bangsa menyetujui anggapan yang sesat demikian ini.
Padahal, penyebutan “Suharto guru bangsa” merupakan racun yang
betul-betul membahayakan kehidupan negara dan bangsa kita bersama, yang
sekarang sudah makin abrul-adul ini.
Sebab, memberikan penghargaan “guru
bangsa” yang begitu tinggi kepada Suharto adalah persoalan yang besar,
yang tidak bisa kita anggap sebagai hal yang remeh-temeh saja. PKS
boleh-boleh saja menganggap Suharto sebagai guru PKS, itu adalah hak
PKS, atau urusan PKS. Bagi banyak orang hal yang demikian itu malahan
makin mudah untuk melihat dengan lebih jelas apa sebenarnya dan
bagaimana sebetulnya PKS itu. Dengan sikap PKS yang menganggap Suharto
sebagai “guru bangsa” maka makin jelaslah arah orientasi politiknya dan
juga makin gamblang standar moral yang dipakanya. Mengetahui lebih jelas
dan lebih banyak tentang PKS adalah penting bagi kita untuk menghadapi
perkembangan situasi politik di negeri di masa yang akan datang,
termasuk mengantisipasi Pemilu yang akan datang. Demikian juga tentang
Golkar.
Bung Karno tidak bisa disejajarkan dengan Suharto
Kita sama-sama sudah menyaksikan bahwa
sejak proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945 sampai sekarang
tidak ada tokoh yang betul-betul patut dan juga berhak untuk disebut
sebagai guru bangsa selain Bung Karno. Memang, banyak juga tokoh-tokoh
bangsa yang sudah berjasa besar, namun tidaklah ada seorang pun yang
ketokohannya seagung atau setinggi Bung Karno. Sejarah hidup dan
perjuangan Bung Karno sejak ia muda di tahun 20-an sampai wafatnya
semasa dalam tahanan rejim Orde Baru-nya Suharto dengan jelas, dan
meyakinkan, dan sulit dibantah, bahwa beliau adalah guru bangsa yang
paling menonjol di antara para guru bangsa lainnya..
Karena kebesaran dan keagungannya
sebagai guru bangsa yang demikian inilah Bung Karno sama sekali tidak
bisa (dan tidak boleh !!!) disejajarkan atau disamakan dengan orang
semacam Suharto, yang selama 32 tahun lebih terbukti sudah merusak
negara dan bangsa kita, sehingga akibatnya masih sama-sama kita saksikan
dan rasakan sendiri sampai sekarang dimana-mana di seluruh negeri kita.
Bung Karno adalah jelas guru bangsa dan pahlawan nasional kita, tetapi
sebaliknya, Suharto adalah maling besar dan pengkhianat rakyat. Dari
banyak segi, kita bisa melihat jauhnya dan besarnya perbedaan antara
Bung Karno dan Suharto.
Ketika Bung Karno sedang dalam
pembuangan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Bengkulu sampai sekitar
tahun 40-an, Suharto sedang mengabdi kepada pemerintah Belanda sebagai
serdadu KNIL (tentara kolinial). Artinya, ketika Bung Karno dengan gigih
dan berani melawan kolonialisme Belanda, sehingga dipenjarakan dan
dibuang ke Endeh dan Bengkulu, Suharto bekerja untuk musuh rakyat
Indonesia, sebagai serdadu kolonial.
Isi buku “Dibawah Bendera Revolusi”
Gagasan-gagasan besar Bung Karno sudah
tercermin, dengan gamblang sekali, dalam tulisan-tulisan dan
pidato-pidatonya dalam buku Dibawah Bendera Revolusi (jilid I dan II)
dan juga dalam dua jilid buku Revolusi Belum Selesai (yang berisi
kumpulan seratusan pidato-pidatonya yang kurang dikenal orang banyak
karena telah diucapkannya sesudah terjadi G30S).
Agaknya, siapa pun yang sudah menyimak
dan merenungkan isi buku-buku Dibawah Bendera Revolusi dan Revolusi
Belum Selesai akan menjadi yakin bahwa Bung Karno adalah guru bangsa
yang keunggulannya tidak ada bandingannya di Indonesia sampai sekarang,
dalam tahun 2008 ini !!! Karena itu, sudah tiba waktunya, dan urgen
pula, bagi berbagai kalangan dalam masyarakat kita (terutama generasi
muda) untuk mengenal lebih banyak sejarah dan ajaran atau
gagasan-gagasan besar Bung Karno. Ini semua penting untuk kehidupan
negara dan bangsa kita, termasuk generasi kita yang akan datang.
Mengingat situasi di tanah-air kita dewasa ini, terasa sekalilah
kebutuhan adanya pedoman yang bisa dipakai rakyat banyak..
Ketika negara dan rakyat kita sedang
menghadapi kekosongan pimpinan nasional yang bermartabat tinggi, yang
sangat berwibawa, dan bisa menjadi panutan atau contoh bagi seluruh
bangsa -- seperti yang kita alami dewasa ini -- maka nyatalah bahwa
mempelajari (dan berusaha melaksanakannya) berbagai ajaran Bung Karno
adalah hal yang sangat diperlukan oleh banyak kalangan dan golongan.
Sebab, situasi yang semrawut dan brengsek di negeri kita, yang
disebabkan oleh berbagai krisis multi-dimensional (moral, politik,
ekonomi, sosial, yang mengakibatkan banyaknya korupsi dan
masalah-masalah parah lainnya) tidak akan bisa diatasi dengan politik
dan praktek yang sudah dipakai selama 32 tahun Orde Baru dan lebih dari
10 tahun masa pasca-Suharto dan oleh orang-orang lama yang pada pokoknya
adalah produk era Suharto.
Kekosongan tokoh besar di negeri kita
Kiranya, kita semua bisa meramalkan
bahwa negara dan bangsa kita tidak akan mungkin bisa diperbaiki secara
besar-besaran dan secara drastis, selama pimpinan negara, pemerintahan,
dan lembaga-lembaga pentingnya (umpamanya : MPR, DPR, DPRD, Mahkamah
Agung, Kejaksaan Agung, TNI dan Polisi) masih tetap dikangkangi oleh
orang-orang yang orientasi politiknya adalah seperti yang sudah dianut
selama lebih dari 40 tahun dan bermental Orde Baru. Kita juga tidak bisa
mengharapkan terlalu banyak dari hasil Pemilu yang akan datang, yang
hanya akan melahirkan orang-orang semacam itu juga, yang akan
menjalankan politik dan sistem yang itu itu juga.
Selama lebih dari 40 tahun (artinya,
hampir setengah abad) rakyat dan negara kita sudah kehilangan Bung
Karno, guru bangsa beserta ajaran-ajarannya yang revolusioner, sebagai
akibat pengkhianatan Suharto dan golongan militer yang bekerjasama
dengan kekuatan imperialis (terutama AS). Selama masa yang panjang itu
pulalah kita semua merasakan adanya kekosongan tokoh besar yang bisa
jadi panutan bangsa, yang bisa melahirkan ajaran-ajaran dan pemikiran
untuk bisa dijadikan pedoman seluruh bangsa. Kita melihat bahwa selama
itu tidak ada tokoh-tokoh besar Golkar dan militer atau tokoh-tokoh
partai dan golongan pendukung Orde Baru lainnya yang bisa melahirkan
gagasan-gagasan sebesar yang pernah diciptakan Bung Karno.
Kalau kita amati situasi dalam negeri
dan luar negeri dewasa ini, yang sedang dilanda berbagai masalah besar
dan parah dalam bidang keuangan, ekonomi, dan sosial, dan kita simak
kembali berbagai buku tentang Bung Karno nyatalah bahwa, pada pokoknya,
banyak ajaran atau gagasan beliau mengenai persoalan-persoalan Indonesia
dan dunia, masih tetap relevan atau cocok untuk dipakai sebagai
pedoman. Krisis besar atau kebangkrutan sistem kapitalisme , yang jadi
sasaran perjuangan Bung Karno sejak muda, sedang melanda berbagai negeri
di dunia. Perang di Irak dan Afganistan, atau Timur Tengah lainnya, dan
perjuangan melawan neo-liberalisme juga membenarkan sebagian visinya.
Selama kehidupannya sebagai pejuang
politik revolusioner sejak muda sampai wafatnya sesudah didongkel
Suharto beserta golongan militer pendukungnya, Bung Karno telah
melahirkan banyak pemikiran-pemikiran yang sangat penting bagi
perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda, merebut
kemerdekaan nasional, mempersatukan seluruh bangsa Indonesia, menjaga
keutuhan Republik Indonesia, menggalang setiakawan rakyat-rakyat
berbagai negeri dalam melawan nekolim, menciptakan syarat-syarat untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur.
Untuk itu semua ia tidak henti-hentinya
telah mengadakan berbagai kegiatan, dengan tujuan untuk menyadarkan
banyak orang tentang pentingnya persatuan berbagai golongan , mengajak
rakyat berjuang, meneruskan nation and character building, dan selalu
mengobarkan semangat rakyat untuk melanjutkan revolusi yang belum
selesai. Kegandrungan Bung Karno terhadap persatuan bangsa kita yang
terdiri dari beragam suku dan agama, dan kecintaannya kepada rakyat
banyak, kepeduliannya terhadap penderitaan wong cilik, tercermin dengan
gamblang sekali dalam banyak tulisan dan pidato-pidato beliau.
Pancasila dan Nasakom dan Sosialisme yang di-Indonesiakan
Gagasan-gagasan besar beliau untuk
mempersatukan rakyat ini dapat ditelusuri kembali oleh siapa saja dalam
pidato beliau yang sangat bersejarah ketika memperkenalkan Pancasila
untuk pertama kalinya dalam tahun 1945 (hari lahirnya Pancasila 1 Juni).
Oleh karena Pancasila secara jahat dan busuk telah disalahgunakan oleh
rejim militer Suharto dkk selama puluhan tahun, maka banyak orang dewasa
ini tidak bisa betul-betul menghayati jiwa agung yang terkandung di
dalamnya. Itulah sebabnya, maka sekarang ini penting sekali bagi
tokoh-tokoh berbagai kalangan dan golongan (terutama dari angkatan muda)
, dari mana pun juga, untuk mendalami kembali ajaran-ajaran Bung Karno
mengenai Pancasila.
Dalam menjelaskan isi atau arti
Pancasila, Bung Karno berkali-kali mengatakan bahwa Pancasila adalah
pedoman untuk mempersatukan bangsa, bahwa Pancasila kalau diperas maka
menjadi gotong-royong. Bung Karno juga mengatakan bahwa Pancasila adalah
kiri. Pancasila memperjuangkan keadilan sosial dan peri-kemanusiaan.
Karena itu, Pancasila juga mengandung unsur-unsur sosialisme, sosialisme
à la Indonesia.Untuk melaksanakan Pancasila dan merealisasikan Bhinneka
Tunggal Ika itulah Bung Karno juga kemudian memperkenalkan konsepsi
besarnya tentang NASAKOM dan sosialisme yang di Indonesiakan.
Sebagai Kepala Negara dan Pemimpin Besar
Revolusi, Bung Karno telah menuangkan gagasan-gagasan besarnya dalam
pidatonya di Konferensi Asia Afrika di Bandung (tahun 1955), pidatonya
di depan sidang umum PBB “To build the world anew” (September 1960) ,
pidatonya dalam KTT Non-blok , pidatonya di depan Afro-Asian Journalists
Association (PWAA, dalam tahun 1963), pidatonya di depan KIAPMA
(Konferensi Internasional Anti Pangkalan Militer Asing, di Jakarta,
dalam tahun 1965).
Karena pentingnya peran Bung Karno bagi
perjuangan rakyat Indonesia, dan juga bagi rakyat berbagai negeri itulah
maka citranya menjulang tinggi di banyak negeri di berbagai benua,
terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Itulah sebabnya nama Bung
Karno dapat disejajarkan dalam deretan nama orang-orang besar (pada
jamannya waktu itu), seperti Nelson Mandela (Afrika Selatan), Julius
Nyerere (Tanzania), Kwame Nkrumah (Ghana), Patrice Lumumba (Conggo),
Sekou Touré (Guinea), Ben Bella (Aljazair), Gamal Abdul Nasser (Mesir),
Josip Broz Tito (Yugoslavia), Mossadegh (Iran), Nehru (India), Ali
Jinnah (Pakistan), Bandaranaike (Srilanka-Ceylon dulu), Souphana Phouma
(Laos), Ho Chi Minh (Vietnam), Norodom Sihanouk (Kamboja), Mao Tse-tung
dan Chou En-lai (Tiongkok), Kim Il-sung (Korea), Fidel Castro (Kuba).
Dari hal-hal itu semua dapatlah sudah disimpulkan bahwa guru besar
bangsa, yang bernama Sukarno itu, adalah tokoh terbesar dalam sejarah
Indonesia pada masa kini. Jasanya adalah luar biasa besarnya bagi rakyat
Indonesia, yang sudah diperlihatkan sepanjang hidupnya. Kalau mengingat
itu semuanya, maka bisa dimengertilah bahwa banyak orang menjadi marah
kepada Suharto dan konco-konconya (di dalam negeri dan di luar negeri)
yang telah mengkhianatinya. Pengkhianatan besar terhadap bapak bangsa
dan guru bangsa ini patut dikutuk oleh rakyat, dan dicatat dalam sejarah
bangsa, sehingga diketahui oleh generasi yang akan datang.
Bung Karno adalah pengejawantahan Pancasila
Setelah negara dan bangsa kita dibikin
bobrok seperti sekarang ini oleh rejim militer Suharto beserta
orang-orang yang bermental Orde Baru, maka nyatalah sekali adanya
kebutuhan yang mutlak dan mendesak munculnya tokoh yang bisa meneruskan
perjuangan besar Bung Karno. Sekarang terdapat makin banyak bukti bahwa
negara dan bangsa kita tidak akan bisa menjadi baik selama masih
dikelola oleh orang-orang Golkar atau kalangan lainnya yang bermental
Orde Barunya Suharto dan anti-Sukarno. Negara dan bangsa kita memerlukan
orang-orang baru, pemimpin-pemimpin baru (terutama dari kalangan muda),
yang bisa mengadakan perbaikan besar-besaran atau perobahan drastis,
demi kepentingan rakyat banyak, dengan politik baru pula. Hugo Chavez
dari Venezuela dan Evo Morales dari Bolivia bisa dijadikan contoh.
Agaknya, sudah makin jelas sekarang,
bahwa orang atau kalangan yang anti-Sukarno adalah pada hakekatnya atau
pada intinya juga anti-Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Juga makin
jelas, bahwa orang yang betul-betul menjiwai Pancasila dan menjunjung
tinggi-tinggi Bhinneka Tunggal Ika tidak akan bersikap anti-Sukarno.
Tidak bisa lain ! Sebab, sekali lagi perlu diulangi, bahwa Bung Karno
adalah pengejawantahan atau penjelmaan Pancasila itu sendiri, dan bahwa
Bhinneka Tunggal Ika adalah satu dan senyawa dengan Bung Karno !!!
Paris, 19 November 2008
0 komentar
Posting Komentar