Gerakan Kiri

Revolusi Indonesia

Sabtu, 15 November 2014

Semaoen (1925)

Kehasilan Indonesia yang Diangkat ke Tanah Belanda Tiap-Tiap Tahun Yaitu 500.000.000,-

Disalin dan ejaan dibenarkan oleh Arif Burhan. Diedit dan dimuat ke HTML oleh Ted Sprague (2 Oktober 2011).

Eropa, Januari 1925
Tuan-tuan!
Rasa kebangsaan yang ada dalam dadanya kaum buruh dan tani memaksa pada kami menulis surat ini pada tuan-tuan.
Dalam negeri lain bangsa, maka kami tertarik dalam pikiran susah dalam masa yang  akhir-akhir ini, pertama oleh kabar-kabar tentang negeri, rakyat dan bangsa kita, kedua oleh sikapnya negeri Belanda terhadap pada kita orang Indonesia.
Lima puluh juta jiwa Indonesia bertempat dalam kepulauan yang lebarnya 53 kali begitu besar dari negeri Belanda, ada di bawah sepatunya satu kaum dari satu bangsa yang hanya memikirkan keuntungan negerinya sendiri saja, dengan tidak memperdulikan nasibnya kita bangsa Indonesia. Apa sebab bangsa kecil dari barat ini bisa membikin koset-kaki pada kita? Sebab kaum priyayi, yang dalam urusan pemerintahan negeri kita memegang pangkat-pangkat negeri 95% dari jumlahnya pangkat-pangkat yang ada (satu resident dan beberapa biji orang Belanda seperti Asistent Resident, controleurs, officiers, commissarissce politie, dsb., dibantu oleh beratus-ratus lurah, carik, serdadu, politie agenten, menteri, asisten-wedana, wedana, patih, kenjeng jaksa dan sebagainya) sama menurut saja.
Beratus-ratus bangsa kita sendiri, kaum priyayi, sudah menaruh kepalanya di bawah sepatunya sedikit orang pegawai Belanda.
Beratus-ratus bangsa kita, yang katanya punya darah-adhi, yang katanya sastrawan, yang mestinya, bunganya kebangsaan Indonesia. Sekarang sama menurut saja pada sedikit orang-orang Belanda itu, menurut saja meskipun hanya dijadikan anjing penjagaan buat keperluannya negeri Barat ini saja. Ya, tuan-tuan, meskipun tuan-tuan pegang pangkat Bupati, atau lurah desa, apakah kekuasaan tuan-tuan? Tidak berhak mengatur negeri, tetapi mesti menjalankan saja peraturan-peraturan negeri yang dibikin oleh orang-orang “witten” sebagai Gouverneur-general dan konco-konconya Si Putih itu saja!
Jadi tuan-tuan hanya dipakai sebagai perkakas untuk menjalankan kemauannya bangsa lain itu, kemauan putih yang sejatinya melawan pada keperluan bangsa kita Indonesia.
Tuan-tuan dibayar buat menjadi anjing-anjing itu? Oh, mukoklah dan heranlah kami kalau ingat bahwa bangsa kami yang disebut “priyayi” suka menjadi anjing-Belanda karena “dibayar” dengan uang dan pangkat. Dimanakah darah priyayi itu kalau suka menjadi anjing karena uang dan pangkat saja? Sedang uangnya untuk bayar itu …. hanya di dapat dari keringatnya Rakyat sebangsa tuan-tuan sendiri, dari pajak-pajak dan pekerjaannya kaum buruh dan tani di negeri kita …..!
Itulah sebabnya, tuan-tuan, bangsa-bangsa lain melihat pada kita orang sebagai”budak belian” yang tidak berpangkat manusia.
O, menangislah kami dalam hati, mengetahui hal ini. Tetapi kami tidak akan menangis dalam hati saja. Karena itu kami berikhtiar merubah keadaan kita dengan bicara terus terang adanya perkara pada tuan-tuan.
Lihatlah:
Di Indonesia ada bekerja bank-bank, pabrik-pabrik, onderneming-onderneming dan sebagainya kira-kira f 3.000.000.000 yang menarik keuntungan tiap-tiap tahun rata-rata 10% atau f 300.000.000,-
Buat bayar pensiun orang-orang Belanda tiap-tiap tahun ditarik f 10.000.000.000. – perdagangan cita, lawon dan sebagainya memberi keuntungan pada negeri Belanda tiap-tiap tahun tidak kurang dari pada f 40.000.000,-.
Buat bayar orang-orang Belanda (goepernoer jendral, ingenieur, inspecteurs dan sebagainya) tiap-tiap tahun rata-rata f 50.000.000,-.
Buat kasih keuntungan pada modal Belanda lain-lain, seperti kasih renten pinjaman luar negeri, ongkos Belanda pergi verlof dan sebagainya, saban tahun rata-rata f 40.000.000,-.
Total kurang lebih f 450.000.000,- atau f 500.000.000,- saban tahun diangkat dari negeri kita buat keperluannya negeri Belanda sini. Rata-rata saban tahun 1 jiwa, tua-muda, bayi, dan nenek-nenek, laki-perempuan Indonesia, mesti kasih f 10,- buat negeri Belanda, ialah kaum modalnya!
Ini Belanda sudah isap kita, dan juga ambil semua cahaya Indonesia, sebab dia orang dapat pangkat “bangsa-besar” di dunia, tetapi buat kita hanya ketinggalan dapat titel bangsa taklukan atau budak.
Apakah jadinya karena hal-hal di atas itu? Di negeri Belanda sini, tuan-tuan, hampir semua orang hidup di gedong-gedong, mempunyai kursi-kursi yang memakai kasur, mempunyai pakaian yang baik-baik, makan cukup, tidak banyak penyakit, bisa membikin sekolahan tinggi buat anak-anaknya, dimana-mana kelihatan kaya, sehingga dia orang tidak mau merubahnya atau merubah negerinya menjadi negeri kaum buruh. Inilah yang kami lihat sendiri di negeri Belanda selama dua tahun, tuan-tuan. Dan di negeri kita:
Rakyat kita rumahnya bobrok, satu hari makan, lain hari tidak bisa membeli ikan, bale-bale saja perhiasan rumah kita, sekolahan tiada cukup adanya, penyakit terlalu banyak, anak priyayi tidak bisa ditanggung bisa jadi kanjeng semua, familinya serdadu, politie-agent, veld politie-agent, marichausee, ada yang sudah satu tahun tidak bisa dapat pekerjaan sehingga menjadi pencuri, anak perempuan familinya tuan-tuan ada yang terpaksa menyundel, sanak famili tuan-tuan ada yang mengeluh susah kekurangan ini dan itu dan begitulah seterusnya.
Sebab orang rezeki usaha Rakyat Indonesia diangkat alus-alusan ke negeri Belanda sehingga penuh disini, kosong di negeri kita. Semakin tahun ditambah disini, tetapi semakin tahun dikeruk gemuknya negeri, rakyat dan bangsa kita.
Tuan-tuan!
Ini “rampasan” buat negeri Belanda terlalu amat enak. Dari enaknya mereka akan terus berikhtiar berbuat itu dan tidak sama sekali akan suka memperhatikan dan memerdekakan rakyat serta bangsa di negeri kita dari isapan itu; karena itu omong kosonglah orang-orang yang mengira Gouvernment Belanda bisa baik hati pada kita.
Dan buat permainan “ambil dengan alus-alusan” inilah, tuan-tuan Gouvernment Belanda beli tuan-tuan punya jiwa dengan…. Uangnya, pajaknya Rakyat kita sendiri, serta dengan kata manis-manis dan membagi-bagi …. Bintang dan pita oranye! Supaya priyayi seperti anak-anak kecil bungah dan besar hati dan setia pada “papa” kanjeng Gouvernment itu, meskipun “papa” tadi bisanya Cuma membrandal kekayaan negeri kita saja.
O, tuan-tuan! Apakah perlunya tuan-tuan suka jadi perkakas anjing-anjingnya Belanda itu? Sungguhlah, rasa kesetiaan tuan harus memberontakkan pada tuan-tuan punya hati. Tuan-tuan punya dada harus terbuka dan kemasukan jiwa prajurit dan pahlawan Indonesia melawan itu.
Hanyalah Partai Kommunist Indonesia, Sarekat Rakyat, dan kumpulan-kumpulan kaum buruh seperti V.S.T.P, dan sebagainya itulah yang tahu terang kejahatannya kaum modal Belanda itu dan mengajak melawan itu. Karena itu ada beberapa guru-guru, guru bantu dan juga ada priyayi-priyayi sama membantu kumpulan-kumpulan merah tadi. Tetapi apa kata? Gouvernment melarang satria-satria tadi untuk turut-turut berikhtiar memerdekakan Rakyat. Saudara-saudara kita malah dilarang membaca organ-organ kita seperti:
Api, Soeara-Rakyat, keluar di Semarang.
Pandoe Merah, keluar di Amsterdam dan sebagainya, dan lain-lain lagi. Baru baca tulisan-tulisan untuk keperluannya Rakyat saja sudah dilarang! Janganpun menjadi lid partai-partai kita buat turut berikhtiar memperbaiki nasib rakyat dan negeri kita!!!
Tuan-tuan!
Ingatlah ini! Ketahuilah kejahatan-kejahatan yang timbul dari si kaum modal Belanda ini. Ingatlah hati-hati itu kalau tuan disuruh:
1. Membubarkan vergadering-vergadering rakyat.
2. Menggoda vergadering-vergadering itu dengan membikin rewel fatsal bewijs van lidmaatschap, ladenlijst, bicara keras sampai kedengaran di luar lalu lantas disuruh mengatakan “openlucht” disuruh bikin conferentie dessa buat menghalang-halangi orang-orang Rakyat datang di vergaderingnya partai kita, atau melarang anak-anak muda kurang dari 18 tahun ada datang di vergadering-vergadering tersebut, atau menyetop saudara-saudara kita yang berbicara terus terang sebetul-betulnya di muka rakyat, atau disuruh bikin “delik” “spreekdelicten” atau mem-“spreekdelicten” dan lain-lain akal untuk menghalang-halangi vergadering-veragdering kita, ingatlah pada dosanya Gouvernment pada tuan-tuan punya bangsa, negeri dan Rakyat, tuan-tuan. Kalau tuan-tuan mau menurut saja pada akal membungkam jalan ikhtiar Rakyat untuk mencari kemerdekaannya itu, maka haraplah ingat pada dosanya Gouvernment dan lalu jagalah keperluannya Rakyat yang dipermainkan itu yaitu oleh Gouvernment tersebut.
3. Kalau tuan-tuan ada sangkalan ada kumpulan atau vergadering rahasia, apa itu Gouverneur-generaal dan konco-konconya bisa tahu kalau tuan-tuan bangsa kita sendiri tidak “repot” dan “menangkap”? Tentu tidak! Na, disinilah tuan-tuan bisa turut-turut berikhtiar untuk keperluannya tuan-tuan punya bangsa, Rakyat dan negeri sendiri, sebab orang-orang Belanda tidak mengerti betul bahasa kita dan tidak bisa tahu apa-apa tentang hal-hal yang kejadian di desa-desa dan di kampung-kampung serta lain-lain tempat. Tuan-tuan bangsa kita yang menjadi priyayi, serdadu, velppolitie dan mata-mata, ketahuilah kewajiban tuan-tuan terhadap pada Rakyat dan ikhtiar mereka yang mencari kemerdekaannya Indonesia.
4. Ingatlah, tuan-tuan! Kita Rakyat kekurangan sekolahan; sekolahan-sekolahan rakyat didirikan oleh kaum Kommunist, tetapi apa lacur sekolahan-sekolahan kita lalu disuruh menghalang-halangi dan ada yang sampai tertutup! Siapa yang kasih repot pasal “bahayanya” sekolahan-sekolahan kita? (semua keperluan Rakyat kita dan berbahaya buat kaum modal Belanda). Belanda tidak bisa tahu hal itu kalau tidak ada bangsa kita yang “repot-repotan”. Ingatlah, tuan-tuan yang mau bikin repot, ingatlah pada dosanya Gouvernment Belanda terhadap kita.
5. Belanja kaum buruh terus turun, juga penghasilannya agent-agent polisi dan serdadu terus kurang, sedang sanak familinya banyak yang kesusahan, akan tetapi…. Mogok untuk berikhtiar sungguh-sungguh menaikkan belanja umum disuruh tindas oleh Gouvernment! Tuan-tuan, berontaklah perasaan tuan-tuan kalau disuruh menindas begitu.
6. Pajak Rakyat terus naik, Rakyat gemi tidak beli “korek-api”, sebab ada “korek-nekel-batoe-api”, tetapi Gouvernment memajaki berat pada “api model baru”, itu dan Rakyat mesti beli itu perkakas gemi semahal-mahalnya Tuan-tuan, ingatlah pada dosanya Gouvernment.
Kewajiban tuan-tuan ialah turut berikhtiar kasih pengajaran pada buaya-buaya modal Belanda itu, yaitu dengan protes keras tidak mau menuruti pada pemerintah Gouvernment untuk menindas gerakan kita Rakyat dengan jalan terang atau dengan jalan gelap, yaitu “nabok keperluan modal Belanda dengan  pinjam tangan”. Ingatlah kalau mau membikin repottan, tuan-tuan. Kalau gerakan kita kekurangan modal gerak, bantulah juga dengan kasih uang pakai jalan rahasia. Dan juga bantulah dengan tutup mata, pura-pura tidak tahu apa-apa dan sebagainya supaya Rakyat bisa atur gerakannya “siem-siem”, ya tuan-tuan?
Pasal saudara-saudara kita serdadu, opas-opas, agen polisi di kota-kota, veldpolitie, marechaussee dan sebagainya, ingatlah saudara-saudara pada saudara-saudara, punya famili orang-orang tani dan buruh; ingatlah pada masuknya famili saudara-saudara itu,, yaitu kita punya musuh si brandal-brandal kaum modal Belanda. Sampai sekarang Goepernement-nya lain bangsa ini bisa mengadu dengan jalan kasar dan alus perasaan kita dari Ambon terhadap pada saudara-saudara kita dari Menado, perasaan Menado supaya benci pada Jawa dan sebaliknya perasaan Jawa diadu dengan perasaan Madura disuruh benci pada Sunda dan begitu seterusnya sebab dengan adu-mengadu itu pun Gouvernement Belanda lalu bisa kuat buat menindas kita orang bersama-sama. Ketahuilah akal buaya modal Belanda ini dan bersatulah kita orang Rakyat-rakyat dari seantero Indonesia di golongan militer, veld politie, politie dan lain-lain bersama-sama dengan Rakyat buruh dan tani moelai New-Guinea sampai Aceh, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Timoer sampai Borneo, padang sampai Makasar dan Pontianak, pendek bersama-sama Rakyat antar Indonesia, yang bersama diadu lalu dihina bersama, diperas dan ditindas bersama oleh satu musuh bersama yaitu kaum modal Belanda dan ia punya Goepernement. Ingatlah pada pemerasan dan penindasan serta isapan di mana-mana di Indonesia sekarang ini. O, saudara-saudara kaum militer dan saudara-saudara agenten politie segala golongan dan sesudahnya ingat, sediakanlah saudara-saudara punya senjata buat bersatu gerak dengan semua rakyat-rakyat Indonesia supaya kita bersama dalam saatnya yang baik bisa mengusir bersama pemeras dan penindas putih itu.
Dengan bantuan tuan-tuan dan saudara-saudara pakai jalan terang dan alus serta lain-lain akal ikhtiar lagi maka tuan-tuan dan saudara-saudara akan dapat hadiah Rakyat yang kemudian merdekakan diri dari tindasan dan pemerasannya kaum modal si brandal-brandal itu, begitulah saudara-saudara dan tuan-tuan akan punya arti satria dalam hikayatnya  negeri kita dan hikayat dunia.
Berdirilah tegak dalam barisan terang dan gelap melawan musuh-musuh kita, tuan-tuan dan saudara-saudara. Lemparkanlah ke bawah itu buaya-buaya putih yang menaruh sepatunya di atas tuan-tuan dan saudara-saudara punya kepala.
Berontaklah tuan-tuan dan saudaara-saudara punya hati untuk membela keperluan negeri, bangsa dan Rakyat Indonesia, dan lawanlah kaum brandal putih yang memeras, menghisap kekayaan Indonesia, menindas gerakan Rakyat yang berikhtiar memerdekakan diri itu. Jangan lupa, tuan-tuan dan saudara-saudara.
Dari kami tiga orang anak Indonesia yang mempelajari politik macam-macam negeri di antero dunia: Abdoellah, Wen Tu dan Noto.
N. B. Tuan-tuan dan saudara-saudara, kalau sebenarnya tuan-tuan dan saudara-saudara orang yang satria, maka kalau habis dibaca janganlah dibuang, tetapi sebarlah di mana-mana antara kaum priyayi, serdadu dan polisi-polisi segala golongan dan bangsa kita di Indonesia. Caranya menyebarkan: masukkan dalam amplop, alamatkan pada salah satu yang tuan-tuan atau saudara-saudara tuju, tutuplah amplopnya dan taruh postzegelnya. Lalu masukkan di bus postkantoor biar dikirim terus. Sebagai afzender taruh saja nama bikin-bikinan seperti: Soeto, kampung Jagalan, Bandoong atau lain-lain sebagainya lagi. Biar tidak bisa diketahui siapa yang menyebarkan ini surat kepentingan Indonesia. Ini waktu sudah banyak dari surat ini masuk dimana-mana keprajian, lurah-lurah desa tangsi-tangsi dan sebagainya, tetapi meskipun begitu sebarkanlah ini terus menerus sampai semua bangsa kita tahu maksudnya mencari kemerdekaan Rakyat kita ini. Dan lagi: Kalau menulis alamat putarlah tangan tulisan, biar musuh kita tidak bisa urus siapa yang mengirim.

0 komentar

Posting Komentar