Gerakan Kiri

Revolusi Indonesia

Sabtu, 22 November 2014

FAKTA KEBENARAN KORBAN TRAGEDI PERISTIWA 65

Disusun bersama dan diterbitkan

oleh LPR-KROB, LPKP 65, Pakorba

  

KATA PENGANTAR

Uraian singkat ini disusun dengan maksud untuk mensosialisasikan kebenaran peristiwa sejarah yang terjadi pada tahun 1948 dan tahun 1965 yang dikenal dengan Provokasi Madiun dan Tragedi September 1965, yang oleh Orde Baru dan kroni-kroninya selalu digembar-gemborkan sebagai pemberontakan (makar) PKI sebagaimana yang terjadi pada tahun 1926.
Memang pada tahun 1926 PKI memimpin pemberontakan tetapi melawan kaum penjajah Belanda, sehingga membuka wacana perjuangan baru untuk menuntut kemerdekaan, persamaan hak dan berbaikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia terutama kepada kaum buruh dan tani serta rakyat umumnya, dan untuk itu ribuan kaum komunis ditangkap, disiksa, ditahan dan bahkan dibuang ke Digul Atas (Merauke), sebuah perjuangan, pengorbanan yang tidak sedikit andilnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Provokasi Madiun dan Tragedi 1965 adalah rekayasa jahat yang berbeda dengan pemberontakan ’26, karena tahun 1926 adalah gerakan revolusioner rakyat Indonesia melawan kapitalis kolonialis Belanda yang menguasai tanah air di bidang politik, ekonomi, sosial & budaya, sedangkan Peristiwa 1948 dan 1965 adalah gerakan kontra revolusi antek-antek kolonialis, imperialis yang didalangi oleh majikan mereka yaitu neokolonialis Amerika Serikat.
Untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankan antek-antek kolonialis/imperialisme dengan membabi-buta, membelokkan persepsi sejarah, mengelabui pandangan rakyat luas, mengkhianati kebenaran, dengan tutup mata tutup telinga mengatakan “pokoknya PKI berontak”. Peristiwa 65 yang diikuti dengan penangkapan, penyiksaan, penahanan, pembantaian massal maupun perampasan hak-hak korban maupun keturunannya adalah bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hukum internasional maupun nilai-nilai ajaran agama di dunia yang beradab ini.
Buku Ringkasan Fakta Kebenaran Korban Tragedi Peristiwa 65 ini disusun berdasarkan:
- Buku-buku dari penulis yang telah ada lebih dahulu,
- Pengalaman dari para korban dan pelaku sejarah,
- Dokumen-dokumen CIA yang telah dibuka untuk umum,
- Dan sumber-sumber lain yang terpercaya
Apabila ingin mendalami lebih mendetail lagi dipersilahkan membaca atau mencari sumber-sumber lain yang lebih detail namun harus dapat terpercaya kebenarannya.
Karena itu ringkasan sejarah ’48, ’65 ini merupakan salah satu langkah positif untuk membuka pandangan umum, mengenal dan mengetahui hakekat kebenaran tentang peristiwa tersebut.
Sumaun Utomo
Ketuan Umum DPP LPRKROB

1. INDONESIA JAMRUD KHATULISTIWA

Indonesia yang demikian luas dengan kekayaan alam yang melimpah merupakan sasaran yang sangat menarik bagi negara-negara maju untuk bisa memanfaatkan kekayaan Indonesia, di samping juga memiliki jumlah penduduk yang demikian banyak sehingga sangat potensial sebagai tenaga kerja yang murah baik dalam proses produksi maupun sebagai tenaga cadangan diwaktu perang, di samping sebagai pasar yang potensial bagi hasil-hasil industri negara-negara maju. Karena kelemahan bangsa Indonesia sendirilah akhirnya menjadi jajahan bangsa lain (Belanda, Jepang dan lainnya).

2. INDONESIA DI TENGAH PERANG DINGIN
Setelah Perang Dunia II berakhir dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, terjadilah era perang dingin antara blok Barat (kapitalis) dan blok Timur (sosialis) yang sebenarnya berlanjut sampai era saat ini (tahun 2005) dengan kadar yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan situasinya. Era perang dingin ini sangat mempengaruhi rakyat Indonesia, sehingga secara garis besar rakyat Indonesia juga terbelah dua, yaitu yang setuju dengan paham kapitalis (golongan kanan) dan yang setuju dengan paham sosialis (golongan kiri).
Kondisi ini diketahui benar oleh negara-negara maju sehingga mereka berlomba-lomba menanamkan pengaruhnya di Indonesia, terutama negara-negara kapitalis sesuai dengan kepentingan negaranya masing-masing.

3. PERISTIWA MADIUN 1948 (KONSPIRASI POLITIK KAUM KOLONIALIS / IMPERIALIS MELIKUIDASI RI)
Pada tanggal 29 Januari 1948 Kabinet Hatta dibentuk dengan programnya:
Melaksanakan hasil persetujuan Renville.
Mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat (berserikat juga dengan Belanda)
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang RI (RERA)
Pembangunan.
Pemerintahan Hatta inilah yang dinilai oleh kaum kiri sebagai pemerintahan yang paling tunduk dan akan menyerahkan kedaulatan RI kepada Belanda, sehingga timbul ketidakpuasan yang luas terutama karena ada rencana dari Hatta untuk merasionalisasi TNI kemudian membentuk tentara federal bekerjasama dengan Belanda.
- Mulai bulan Februari 1948 Kolonel A.H. Nasution bersama Divisi Siliwangi hijrah dari Jawa Barat menuju Yogyakarta sebagai pelaksanaan dari perjanjian Renville kemudian ditempatkan tersebar di wilayah Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur khususnya di daerah yang kekuatan kaum kirinya cukup kuat seperti di Solo dan Madiun yang dimaksudkan untuk persiapan membersihkan kaum kiri tersebut. Pasukan Siliwangi tersebut segera menjadi pasukan elite pemerintah Hatta dengan kelengkapan tempur yang lebih baik sehingga timbul iri hati pada pasukan di luar Divisi Siliwangi.
- Pada bulan April 1948 terjadi demonstrasi terutama dari pelajar di Jawa Timur menentang Rasionalisasi dan Rekonstruksi.
- Pada bulan Mei 1948 di Solo tentara Divisi Panembahan Senopati melakukan demonstrasi menentang RERA.
- Pada tanggal 2 Juli 1948 komandan Divisi Panembahan Senopati Kolonel Sutarto dibunuh oleh tembakan senjata api orang tak dikenal, kemudian diikuti dengan penculikan dan pembunuhan terhadap beberapa orang kiri antara lain Slamet Widjaya dan Pardio serta beberapa perwira dari Divisi Panembahan Senopati a.l. Mayor Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten Suradi, Kapten Supardi dan Kapten Mudjono diduga kuat dilakukan oleh Divisi Siliwangi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan Hatta, walaupun kemudian pembunuh Kolonel Sutarto ditangkap tetapi pemerintah tidak mengadilinya bahkan oleh Jaksa Agung ketika itu malahan dibebaskan dengan alasan tidak dapat dituntut secara hukum (yuridisch staatsrechtelijk).
- Penculikan dan pembunuhan ini terus berlanjut terhadap orang-orang kiri maupun anggota Divisi Panembahan Senopati sehingga menimbulkan keresahan dan suasana saling curiga-mencurigai dan ketegangan tinggi.
- Pada tanggal 21 Juli 1948 diadakan pertemuan rahasia di Sarangan Jawa Timur antara Amerika Serikat yang diwakili oleh Gerard Hopkins (penasihat urusan politik luar negeri) dan Merle Cochran (Wakil AS di Komisi Jasa-Jasa Baik PBB) dengan 5 orang Indonesia yaitu: Wakil Presiden Moh. Hatta, Natsir, Sukiman, R.S. Sukamto (Kapolri) dan Mohammad Rum yang menghasilkan rencana kompromi berupa likuidasi bidang ekonomi, politik luar negeri, UUD 45 dan juga Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA) di bidang Angkatan Perang dengan menyingkirkan orang-orang (pasukan) yang dicap sebagai golongan kiri/merah, dan ini terkenal dengan Red Drive Proposal atau usulan pembasmian kaum kiri.
- Pada tanggal 13 September 1948 terjadilah pertempuran antara Divisi Panembahan Senopati dibantu ALRI melawan Divisi Siliwangi yang diperkuat pasukan-pasukan lain yang didatangkan ke Solo oleh pemerintah Hatta.
- Pada tanggal 15 September 1948 dilakukan gencatan senjata yang disaksikan juga oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, petinggi-petinggi militer RI dan juga Residen Sudiro. Divisi Panembahan Senopati mentaati gencatan sejata namun lawan terus melakukan aksi-aksi yang agresif dan destruktif.
- Sementara itu sebagian anggota Politbiro CC PKI yang tinggal di Yogyakarta memutuskan untuk berusaha keras agar pertempuran di Solo dilokalisasi dan mengutus Suripno untuk menyampaikan hal tersebut kepada Muso, Amir Syarifudin dan lain-lain yang sedang keliling Jawa. Rombongan Muso menyetujui putusan tersebut. Jadi dalam hal ini kebijaksanaan PKI sesuai atau sejalan dan menunjang kebijakan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
- Sementara itu penculikan-penculikan dan pembunuhan terhadap orang-orang dan personil militer golongan kiri semakin mengganas dengan puncaknya pada tanggal 16 September 1948 markas Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) di Jalan Singosaren Solo diserbu dan diduduki oleh kaki tangan Hatta (Siliwangi) sehingga pertempuran Solo semakin menghebat.
- Aksi pembersihan orang-orang kiri ini tidak hanya terjadi di Solo tetapi meluas ke Madiun dan daerah lainnya dan hasil RERA ini TNI yang tadinya berkekuatan 400.000 hanya tinggal 57.000. Sementara itu ancaman Belanda masih di depan mata terbukti kemudian dengan Agresi Militer Belanda ke II.

MADIUN
- Oleh pemerintah Hatta didatangkanlah ke Madiun pasukan-pasukan Siliwangi yang langsung menduduki beberapa pabrik gula, mengadakan latihan-latihan militer serta menindas para buruh pabrik gula dengan membunuh seorang anggota Serikat Buruh Gula bernama Wiro Sudarmo serta melakukan pemukulan-pemukulan dan intimidasi terhadap para buruh. Penempatan pasukan ini tidak dilaporkan kepada komandan Teritorial Militer setempat sehingga menimbulkan ketegangan dan kemudian kesatuan militer setempat yaitu Brigade 29 atas persetujuan Komandan Teritorial Militer setempat bergerak melucuti pasukan Siliwangi.
- Dalam keadaan panas, kacau dan tak terkendali itu, karena Residen Madiun tidak ada di tempat dan Walikota sakit, maka pada tanggal 19 September 1948 Front Demokrasi Rakyat (FDR) mengambil prakarsa untuk mengangkat Wakil Walikota Madiun Supardi sebagai pejabat residen sementara dan pengangkatan ini telah disetujui baik oleh pembesar-pembesar sipil maupun militer dan dilaporkan ke pemerintah pusat di Yogyakarta serta dimintakan petunjuk lebih lanjut. Peristiwa inilah yang mengawali apa yang disebut sebagai “Peristiwa Madiun”.
- Pada tanggal 19 September 1948 malam hari pemerintah Hatta menuduh telah terjadi “Pemberontakan PKI” sehingga dikerahkanlah kekuatan bersenjata oleh Hatta untuk menumpas dan menimbulkan konflik horisontal dengan korban ribuan orang terbunuh, baik golongan kiri, tentara maupun rakyat golongan lain.
- Pada tanggal 14 Desember 1948 sebelas orang pemimpin dan anggota PKI dibunuh di Dukuh Ngalihan Kelurahan Halung Kabupaten Karanganyar Karesidenan Surakarta pada jam 23.30 yaitu: 1. Amir Syarifudin, 2. Suripno, 3. Maruto Darusman, 4. Sarjono, 5. Dokosuyono, 6. Oei Gee Hwat, 7. Haryono, 8. Katamhadi, 9. Sukarno, 10. Ronomarsono, 11. D. Mangku. Sementara itu lebih kurang 36.000 aktivis revolusioner lainnya ditangkap dimasukkan dalam penjara dan sebagian dibunuh tanpa proses hukum a.l. di penjara Magelang 31 anggota dan simpatisan PKI, di Kediri berpuluh-puluh orang termasuk Dr. Rustam, anggota Fraksi PKI dan BP KNIP, di Pati antara lain Dr. Wiroreno dan banyak lagi yang lainnya.
- Berdasarkan fakta pada saat Amir Syarifudin menjadi Perdana Menteri dan memimpin pemerintahan, karena dikhianati dalam Perjanjian Renville maka secara kesatria dan demokratis menyerahkan kembali mandat pemerintahan kepada Presiden Soekarno, sehingga sangat naif menuduhnya bersama golongan kiri melakukan pemberontakan dan membentuk pemerintahan Soviet-Madiun.
- Amir Syarifudin bekas Perdana Menteri Republik Indonesia yang juga berada di kota itu (Madiun) telah membantah segala sesuatu yang disiarkan dari Yogyakarta pada masa itu. Penjelasannya melalui radio, “Undang-Undang Dasar kami adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, bendera kami adalah Merah Putih dan lagu kebangsaan tidak lain dari Indonesia Raya”, seperti disiarkan pada tanggal 20 September 1948 oleh Aneta, kantor berita Belanda di Indonesia.
- Bahwa kolaborasi antara pemerintah Hatta dengan pihak kolonialis Belanda maupun imperialis Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya telah berhasil memecah belah persatuan dan kesatuan serta membelokkan jalannya revolusi Indonesia.
- Pada tanggal 19 Desember 1948 itu pula Belanda menyerbu dan menduduki Yogyakarta dengan perlengkapan perang bantuan Amerika, hal itu terjadi setelah politik Red Drive Proposal sukses dilaksanakan oleh pemerintah Hatta demi tercapainnya persetujuan Roem-Royen yang merugikan RI yang dilanjukan dengan terselenggaranya Konferensi Meja Bunda (KMB) yang dimulai pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, dan kemudian lahirlah Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan konstitusi RIS-nya dan hasil yang sangat merugikan Indonesia a.l. Irian Barat masih di tangan Belanda dan hutang Hindia Belanda sebesar US$1,13 milliar menjadi tanggungan RI (hutang ini antara lain adalah biaya untuk memerangi RI), juga terjadi penurunan pangkat dalam APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) bila menjadi APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).
- Pada tahun 1954, meskipun sudah kadaluwarsa, Aidit dihadapkan pada pengadilan di Jakarta mengenai Peristiwa Madiun. Dalam hal ini PKI dituduh mengadakan kudeta. Dasarnya adalah pidato Hatta yang menyatakan entah benar entah tidak bahwa PKI mendirikan negara Soviet di Madiun dengan mengangkat wakil walikota Supardi jadi Residen sementara untuk mengisi kekosongan. Ini dianggap melanggar KUHP pasal 310 dan pasal 311. Dalam persidangan Aidit, diminta agar Moh. Hatta tampil sebagai saksi. Jaksa menyatakan keberatan atas pembuktian yang akan diajukan oleh Aidit, maka jaksa harus mencabut tuduhan pasal-pasal tersebut di atas. Pada akhirnya keberatan jaksa dan tuduhan terhadap Aidit melanggar pasal 310 dan pasal 311 KUHP dicabut. Karenanya Aidit tak dapat dituntut dan bebas tanpa syarat.

Kesimpulan dari peristiwa Madiun
Pihak imperialis kolonialis pimpinan Amerika Serikat dalam menerapkan politik pembersihan kaum kiri (Red Drive Proposal) di Indonesia sebagai bagian makro politiknya untuk membendung komunisme, telah mempengaruhi pemerintah Hatta agar mau membersihkan orang-orang kiri (komunisme) dari pemerintahan, terutama dari Angkatan Perang sebagai salah satu syarat mutlak pengakuan negara Republik Indonesia oleh dunia internasional (pihak barat).
Pemerintah Hatta menerima dan melaksanakan tawaran tersebut antara lain dengan membuat program Reorganisasi dan Rasionalisasi (RERA) di lingkungan angkatan perang yang kemudian menimbulkan gelombang penolakan yang luas.
Untuk meredam penolakan tersebut dilakukan upaya-upaya yang sistematis, antara lain dengan melakukan teror berupa pembunuhan, penculikan, penahanan, dan intimidasi lainnya terutama kepada kaum kiri, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Solo.
Peristiwa Madiun sama sekali bukanlah pemberontakan PKI apalagi fitnah bahwa PKI telah mendirikan Negara Soviet Madiun, tetapi merupakan rekayasa jahat pemerintah Hatta guna mendapatkan momen (kondisi dan situasi) yang tepat untuk dapat digunakan sebagai dalih (dasar) untuk menyingkirkan (membasmi) golongan kiri dari pemerintahan maupun angkatan perang, yang kemudian mendapat perlawanan dari rakyat yang konsekuen anti kolonialis/imperialis.

4. GEJOLAK DALAM PENOLAKAN RERA DAN KMB.
Gejolak sebagai akibat penolakan RERA dan KMB ini terjadi dimana-mana antara lain:
Peristiwa Batalion 426 di Kudus tahun 1950 karena menolak dilucuti dan diberlakukan RERA, batalion ini diserbu dan melarikan diri ke barat, sebagian bergabung dengan DI/TII di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Peristiwa Merbabu Merapi Complex (MMC) terjadi di daerah Semarang, Solo, Magelang dan Yogyakarta yaitu pejuang-pejuang revolusi yang menolak RERA dan KMB.
Peristiwa Barisan Sakit Hati di Cirebon (BSH), yaitu para pejuang yang menolak RERA dan KMB.
Peristiwa APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) dipimpin Westerling, yaitu bekas KNIL yang tidak puas kepada pemerintah RIS.
Pergolakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan.
Gejolak-gejolak yan terjadi ini membuktikan keberhasilan politik pecah belah (devide et empera) kaum kolonialis Belanda dengan sekutunya kaum imperialis Amerika dan antek-anteknya.

5. MEMPERTAHANKAN NKRI, PANCASILA DAN UUD 1945
Republik Indonesia Serikat (RIS)
RIS hanya mampu bertahan bebarapa bulan dan akhirnya bubar kembali menjadi NKRI, ini karena pemimpin dan rakyat Indonesia telah sadar akan politik pecah belah dari pihak nekolim dan antek-anteknya yang akan tetap mempertahankan pengaruhnya di Indonesia terbukti antara lain dengan adanya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pimpinan Westerling.

Pemberontakan-Pemberontakan
Di samping itu pihak kolonialis dan antek-anteknya tak henti-hentinya menggoyang Indonesia dengan adanya pemberontakan PRRI dan PERMESTA yang secara aktif dibantu oleh Amerika Serikat, bahkan seorang pilot CIA yang menyerang Indonesia berhasil ditembak jatuh di Ambon dan ditangkap yaitu Allan Pope. Kecuali itu pihak Amerika Serikat juga membantu DI/TII di Aceh serta mendalangi percobaan-percobaan pembunuhan Presiden Soekarno (a.l. peristiwa Cikini, peristiwa Cimanggis, peristiwa Makasar, penembakan Idul Adha, peristiwa Raja Madala, dll).

Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pada sidang-sidang di Konstituante telah terbukti bahwa kaum Nasionalis sejati yaitu PKI dan PNI adalah yang mati-matian mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI sebagai satu-satunya pilihan, sehingga Konstituante menemui jalan buntu sampai keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di mana didekritkan kembali ke UUD 1945 dengan PKI dan PNI menjadi pendukung setiannya. Karena golongan lain menghendaki dasar negara yang bukan Pancasila


Pendukung Setia Bung Karno
PKI dan PNI merupakan pendukung setia politik Bung Karno. Dukungan ini terwujud antara lain dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Manipol-USDEK, perebutan Irian Barat, pengganyangan Malaysia. Kecuali itu keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UUPBH) tahun 1960 didukung sepenuhnya oleh PKI dan PNI, namun di lain pihak banyak yang tidak senang Bung Karno intim dengan PKI terutama golongan kanan dan neokolonialis termasuk Amerika Serikat yang ingin meluaskan pengaruhnya di Indonesia dengan menjanjikan bantuan namun ditolak Bung Karno. Dengan kata-katanya yang terkenal GO TO HELL WITH YOUR AID.

Bung Karno Dijadikan Presiden Seumur Hidup
Melihat besarnya kekuatan PKI yang tumbuh pesat menjadi partai terkuat, maka pihak nekolim khawatir bila pemilu digelar PKI akan menang mutlak dan otomatis presidennya juga dari orang PKI. Oleh karena itu pihak Angkatan Darat melalui Jenderal A.H. Nasution dengan mengajak Suwiryo (ketua PNI waktu itu) mengusulkan agar Bung Karno dijadikan Presiden seumur hidup, agar tidak perlu dilakukan pemilu, sehingga dengan demikian tertutuplah kesempatan bagi orang PKI menjadi Presiden, dan ini adalah sebuah akal licik dari Angkatan Darat (hal ini juga diakui sendiri oleh Brigjen Suhardiman).

Pembubaran Partai Masyumi dan PSI
Presiden Soekarno membubarkan partai Masyumi dan PSI karena antara lain banyak pimpinannya terlibat dalam pemberontakan DI/TII maupun PRRI, PERMESTA. Banyak kalangan partai tersebut menuduh bahwa ini adalah karena politik PKI, sehingga menambah ketegangan dan rasa permusuhan secara horisontal antara lain dengan timbulnya peristiwa Kanigoro di Kediri, di Jawa Tengah dan di tempat-tempat lainnya.

6. PERISTIWA 65

A. PROLOG

1. Skenario Pihak Nekolim
Dari awal memang pihak Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah menyiapkan dan melaksanakan beberapa skenario untuk menguasai Indonesia antara lain dengan:
a. Mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia tetapi Indonesia harus membasmi komunis lebih dulu dan akan menyadarkan aliansi dengan Barat (Peristiwa Madiun-KMB dan RIS)
b. Menghasut beberapa daerah untuk berontak agar RI lemah (PRRI, PERMESTA, RMS, dan DI/TII) dan menjadi boneka AS.
c. Mendukung perjuangan memasukan Irian Barat ke Indonesia dengan imbalan agar AS bisa menguasai bahan baku di Indonesia tetapi gagal karena ditolak Bung Karno.
d. Usaha menggulingkan Pemerintahan Soekarno.
Pemerintahan Soekarno yang semakin ke “kiri” dinilai banyak merugikan kepentingan blok Barat (Nekolim) sehingga diambil langkah untuk menggulingkannya dengan berbagai cara antara lain:
- Tetap memberikan bantuan bagi Angkatan Darat Indonesia untuk mendukung peranan anti komunis dan membentuk jaringan kerja intelijen guna usaha untuk menggulingkan Soekarno.
- Penyiaran desas-desus dan penyesatan informasi, antara lain dari koran Malaysia seolah-olah PKI akan menggulingkan Jenderal Nasution (KSAD) dengan cara menyusupkan orang ke Angkatan Darat dan lain-lain yang menambah panas dan ganasnya perpolitikan di Indonesia.
e. Isu Dewan Jenderal.
Pada awalnya isu Dewan Jenderal yang akan mengambil alih kekuasaan itu dianggap isu fitnah dari PKI, tetapi dalam kenyataan yang terjadi Jenderal Soeharto telah merekayasa dan mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, mengganti semua pejabat dari tingkat Menteri, Gubernur, Bupati sampai lurah dengan orang-orang Angkatan Darat yang setia kepadanya sedangkan pejabat-pejabat yang tidak loyal kepada Soeharto dicopot bahkan ditangkap, dimasukkan ke dalam penjara, disiksa dan dibunuh untuk dapat menegakan dan melanggengkan kekuasaannya.
Sebenarnya ada hasil rekaman rapat Dewan Jenderal oleh bekas Mayor Rudhito dan pengakuan Brigjen Sukendro, namun isu kesaksian tersebut tidak pernah dipersoalkan lagi.
f. Isu Dokumen Gilchrist.
Bersamaan dengan adanya isu Dewan Jenderal maka muncul dokumen Gilchrist yang menyebutkan adanya “Our Local Army Friends” yang seolah-olah memperkuat isu Dewan Jenderal. Tetapi ternyata kemudian bahwa isu Dewan Jenderal dan dokumen Gilchrist merupakan jebakan bagi kekuatan revolusioner agar memuluskan Jenderal Soeharto ke jenjang kepala negara (Presiden).

2. Kondisi Politik Dalam Negeri.
Situasi panas di bidang politik menjalar ke seluruh roda kehidupan bangsa Indonesia, termasuk suasana saling curiga-mencurigai, rivalitas yang berlebihan, saling tuduh dan lain-lain, namun yang paling menonjol adanya:
a. Isu Angkatan ke V dan senjata dari RRC.
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke RRC, PM Chou En Lai menjanjikan untuk mempersenjatai 40 batalion tentara secara lengkap, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S. Pada awal tahun 1965 Bung Karno mempunyai ide tentang angkatan ke V yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi kalangan militer (AD) tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai karena pihak militer menuduh itu ulahnya PKI. Hal ini memang direkayasa oleh CIA melalui pemberitaan di koran Bangkok yang mengutip berita dari koran Hongkong.

b. Isu sakitnya Bung Karno.
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi tidak ada alasan sakitnya Bung Karno digunakan PKI untuk mengambil alih kekuasaan.
c. Isu masalah tanah dan bagi hasil (aksi sepihak)
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun UU-nya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan dalih oleh militer untuk membersihkannya.

3. Persiapan Pihak Jenderal Soeharto
a. Dengan latar belakang kurang terpuji karena telah melakukan berbagai pelanggaran, antara lain:
- Terlibat sebagai pelaku dalam Peristiwa Kudeta tahun 1946, tetapi begitu pelaku kudeta ditindak dengan cepat dan lihainya segera turut serta menangkapi para pelaku lainnya, sehingga tampaknya seolah-olah dia sebagai pahlawan penyelamat.
- Terlibat sebagai dalam berbagai penjualan inventaris AD dan penyelundupan ekspor gula sewaktu menjabat Panglima Diponegoro berpangkat kolonel, dibantu oleh Letkol Munadi, Mayor Yoga Sugama dan Mayor Sudjono Humardani. Untuk menindaknya Mabes AD membentuk Tim dipimpin Mayjen Suprapto, dengan anggota S. Parman, M.T. Haryono dan Sutoyo. Sebenarnya Nasution menghendaki agar Soeharto cs di seret ke pengadilan militer, tetapi karena dibela oleh Gatot Subroto maka Presiden Soekarno memeti-es-kan perkara ini, namun Nasution tetap mencopot Soeharto sebagai Panglima Diponegoro dan mengirimnya belajar ke Seskoad, di sanalah Soeharto bertemu dan bergaul dengan Brigadir Jenderal Suwarto yang merupakan agen CIA dan telah berhasil menciptakan Seskoad menjadi pemikir dan produsen perwira-perwira calon pucuk pimpinan AD maupun pemimpin-pemimpin pemerintahan di kemudian hari.
- Dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia pada bulan Mei 1964 dibentuk Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin oleh Men. Pangau Laksdya Omar Dani sebagai Wakilnya Brigjen Achmad Wiranata Kusuma, Achmad kemudian digantikan oleh Mayjen Soeharto yang juga merangkap sebagai Pangkostrad. Terjadi friksi antara Omar Dani dengan Soeharto, bahkan Soeharto menyatakan kepada Presiden Soekarno bahwa Omar Dani tidak cocok sebagai Panglima Kolaga. Soeharto sebagai Wakil Pangkolaga juga melakukan sabotase berupa penyelundupan dan menghambat pengiriman pasukan ke Malaysia terutama dilakukan melalui Kemal Idris. Di samping itu juga melakukan pengkhianatan dengan cara mengirim pasukan yang tidak siap (Diponegoro) dan memberitahukan kepada Inggris pasukan-pasukan yang diselundupkan ke Malaysia sehingga pasukan-pasukan itu dengan mudah ditangkap atau dihancurkan. Hal ini semua tentu sepengetahuan pimpinan AD, tetapi pimpinan AD tidak berbuat apa-apa karena memang mengikuti skenario nekolim. Dari 546 tentara yang ditahan Malaysia hanya 21 dari AD.
b. Menggalang Letkol Untung, Kolonel Latief dan Brigjen Suparjo untuk membahas rencana Dewan Jenderal yang akan menggulingkan Bung Karno. Dan Soeharto menjanjikan tambahan pasukan, yang kemudian ternyata adalah Yon 454 dan Yon 530.
c. Soeharto memberi perintah dengan telegram No. T.220/9 pada tanggal 15 September 1965 dan mengulanginya lagi dengan radiogram No. T.239/9 tanggal 21 September 1965 kepada Yon 530 Brawijaya Jawa Timur dan Yon 454 Banteng Raider Diponegoro Jawa Tengah untuk datang ke Jakarta dengan kelengkapan tempur penuh. Ketika datang ke Kostrad diterima oleh Soeharto dan juga dilakukan inspeksi pasukan pada tanggal 29 September 1965. Sedangkan Yon 328 Siliwangi datang dengan tanpa peluru. Tanggal 30 September 1965 jam 17.00 Yon 454 diperintahkan ke Lubang Buaya untuk bergabung dengan pasukan lainnya guna melakukan gerakan pada malam harinya.
d. Merekrut Yoga Sugama tanpa prosedur yang benar untuk ditarik ke Kostrad dari posnya di luar negeri (Yugoslavia). Begitu pengumuman RRI tentang adanya G30S, maka segera Yoga Sugama menyatakan bahwa PKI telah berontak dan memerintahkan agar gudang-gudang senjata dibuka untuk melawan PKI. Dari mana ia tahu bahwa itu PKI yang memberontak, kalau bukan mereka sendiri yang merencanakan dan merekayasanya, karena Yoga Sugama adalah anak buah setia Soeharto di Diponegoro (Jawa Tengah).
e. Melakukan kontak rahasia dengan Malaysia dan CIA. Disamping melakukan penyelundupan dan melakukan sabotase berupa menghambat gerakan militer ke Malaysia, Soeharto juga melakukan kontak-kontak dengan Malaysia, Inggris maupun AS (CIA), tugas ini sebagian besar pelaku lapangannya adalah Ali Murtopo dengan tujuan untuk mematangkan pelaksanaan rencana gerakannya. Ini juga terbukti dengan cepatnya pihak Soeharto melakukan perdamaian dengan Malaysia setelah mendapat Surat Perintah 11 Maret 1966.
f. Pengendalian dan pemanfaatan Syam Kamaruzaman.
Soeharto telah lama mengenal Syam di kelompok Pathuk Yogyakarta awal revolusi 45. Pada tanggal 31 Desember 1947 Syam Kamaruzaman bersama lima orang dari kelompok Pathuk masuk ke Jakarta. Aktivitas mereka di Jakarta termasuk Syam mendirikan Serikat Buruh terutama Serikat Buruh Transport. Syam Kamaruzaman ikut serta mendirikan Serikat Buruh Pelayaran dan Pelabuhan serta menjadi salah seorang pengurus. Pada tahun 1951 ikut serta membantu DN. Aidit keluar dari kapal dan pelabuhan sewaktu Aidit datang kembali dari luar Jakarta. Sejak itu dia mempunyai hubungan dengan DN. Aidit.
Pada tahun 1964 Syam diangkat sebagai ketua Biro Khusus yaitu jaringan PKI tetapi diluar struktur resmi PKI dengan tugas menyampaikan informasi ke Aidit selaku ketua CC PKI, membina anggota ABRI dan melaksanakan tugas-tugas lain yang tidak diketahui oleh pimpinan formal PKI.
Kedekatan Syam dengan pimpinan PKI ini dimanfaatkan dan dikendalikan sepenuhnya oleh Soeharto dan CIA. Informasi menyesatkan telah dimasukan ke PKI. Kondisi ini yang mungkin oleh Bung Karno dikatakan sebagai “Keblingernya Pimpinan PKI”.

4. Kondisi Pertentangan Internal Angkatan Darat.
Sebenarnya telah lama terjadi pertentangan antara faksi-faksi di kalangan internal AD yaitu sejak rasionalisasi dan rekonstruksi Angkatan Perang dalam pemerintahan Hatta. Pertentangan itu terutama antara profesionalisme model Barat yang dibumbui oleh pembelajaran politik sebagai bagian dari keikutsertaannya dalam kekuasaan negara, dengan semangat revolusioner warisan revolusi 1945 yang masih kental di kalangan perwira menengah AD.
Pada tahun 1965 AD telah terpecah dalam dua kubu yaitu kubunya Jenderal Achmad Yani yang loyal kepada Presiden Soekarno dan kubunya Jenderal A.H. Nasution-Soeharto yang tidak mendukung kebijakan Presiden Soekarno tentang persatuan nasional terutama tentang Nasakom dan Pengganyangan Malaysia.
Dengan lihainya Soeharto bertindak seolah-olah loyal terhadap kepemimpinan Nasution maupun Yani dan sekaligus pendukung Soekarno, namun dilain pihak Soeharto merangkul kelompok perwira yang ingin menyelamatkan Bung Karno, dan kemudian kelompok tersebut diorganisasi dan dimanfaatkan untuk menghancurkan kelompok Yani maupun Nasution, menghancurkan PKI yang kemudian merebut kekuasaan.

5. Kondisi Pihak PKI.
Sebenarnya pihak PKI tidak melakukan persiapan apa-apa, persiapan PKI hanyalah memenuhi himbauan Presiden Soekarno guna mengirim tenaga dengan komposisi yang mencerminkan Nasakom untuk dididik sebagai sukarelawan mengganyang Malaysia, tetapi pada saat G30S meletus, latihan sedang dicutikan oleh Komodor Udara Dewanto sebagai penanggung jawab akhir latihan sukarelawan, jadi memang tidak untuk melakukan gerakan.
Aidit hanya menyuruh beberapa orang ke daerah untuk memonitor situasi dan menunggu perintah lebih lanjut yang ternyata tidak pernah diberikannya. Dalam surat Aidit kepada Bung Karno, Aidit menyatakan bahwa PKI tidak terlibat dalam G30S. G30S adalah murni gerakan militer (AD) karena adanya salah urus di antara militer sendiri.
Adapun keterlibatan Syam dalam G30S tidak bisa dipandang mewakili PKI, karena disamping dia seorang intel AD agen CIA, juga tidak mendapat mandat dari CC PKI, justru keterlibatan Syam dalam G30S bertujuan untuk memberi kesempatan legalitas bagi Jenderal Soeharto guna menghancurkan gerakan, juga menghancurkan PKI serta Bung Karno.

B. PELAKSANAAN G 30 S.


1. Fakta-Fakta Sebelum Terjadinya G30S.
a. Pada bulan April 1962 ketika Presiden Kenedy bertemu dengan PM Inggris Harold McMillan keduanya sepakat tentang kehendak untuk melikuidasi Soekarno pada saatnya yang tepat, untuk itu dinas intelejen (CIA dan MI6) bekerja sama saling isi-mengisi untuk merealisasikannya.
b. Dalam bulan Desember 1964 seorang Duta Besar Pakistan di Eropa melaporkan kepada Menlu Zulfikar Ali Bhuto tentang hasil percakapannya dengan seorang perwira intelijen Belanda yang bertugas di NATO yang menginformasikan sejumlah dinas intelijen Barat sedang menyusun suatu skenario akan terjadinya kudeta militer yang terlalu dini yang dirancang untuk gagal, dengan begitu terbukalah secara legal bagi AD Indonesia untuk menghancurkan kaum komunis dan menjadikan Bung Karno sebagai tawanan Angkatan Darat. Indonesia akan jatuh ke pangkuan Barat laksanan sebuah apel busuk.
c. Hal senada pun telah dilaporkan oleh wartawan Der Spiegel bernama Godian Troeller bahwa akan terjadi perebutan kekuasaan oleh militer dalam waktu dekat.
d. Dalam bulan April 1965 Elswort Bunker utusan khusus Presiden AS Johnson menghabiskan waktu 15 hari di Indonesia guna melakukan evaluasi AS paling tidak menghadapi 6 pilihan untuk membuat perhitungan terhadap Indonesia dan Presiden Soekarno seperti ditulis oleh David Johnson:
- Tidak campur tangan dengan kemungkinan Indonesia jatuh ke tangan komunis.
- Mencoba berbuat sesuatu agar Soekarno mengubah politiknya yang kian ke kiri tetapi tidak ada hasilnya.
- Singkirkan Soekarno dengan akibat yang tidak dapat diduga.
- Dukung AD untuk mengambil alih kekuasaan yang telah bertahun-tahun dilaksanakan tetapi belum berhasil.
- Usahakan memprovokasi PKI untuk melakukan aksi yang akan membuahkan legitimasi untuk pembasmiannya selanjutnya bergerak untuk menghadapi Soekarno.
- Sebagai varian no.5 jika PKI tidak melakukannya sendiri maka alternatif ini perlu dilengkapi dengan segala macam rekayasa untuk mendiskreditkan PKI hingga terjadi situasi untuk membasmi PKI dan Soekarno sekaligus. Pilihan terakhir inilah yang kemudian diambil.
e. Kira-kira seminggu sebelum meletus G30S seluruh tenaga ahli perusahaan Westinghouse (AS) ditarik dari proyek PLTU Tanjung Perak Surabaya tanpa alasan yang jelas dan digantikan dengan tenaga dari Jepang, karena pemerintah AS telah mengetahui akan terjadinya G30S.
f. Pada tanggal 23 April 1965 Dubes AS di Jakarta Jones membuat laporan rahasia kepada Wakil Menlu AS Urusan Timur Jauh William Burdy yang juga tokoh CIA tentang rancangan kudeta di Indonesia yang disampaikan secara pribadi dan langsung kepadanya. Kemudian dalam telegram No.1879 tanggal 24 Mei 1965 dari Bangkok Jones melaporkan bahwa rencana tersebut tertunda karena para penggerak tidak dapat bekerja lebih cepat lagi. Jadi rencana kudeta terhadap Bung Karno itu memang ada dan dikendalikan oleh pihak nekolim.
g. Pada tanggal 30 September 1965 malam Aidit diculik oleh militer yang berseragam Cakrabirawa dan tidak dikenalnya dengan dalih dipanggil ke istana, namun ternyata dibawa ke Halim dan diisolasi di rumah Serda Suwardi, hanya bisa berhubungan dengan Central Komando I di Penas melalui kurir yaitu Syam Kamaruzaman sendiri, sehingga praktis dia tidak bisa apa-apa semuanya tergantung Syam intel AD dan CIA yang berhasil menyusup ke tubuh PKI untuk menghancurkan PKI.
h. Tidak ada anggota PKI yang berada dalam pasukan G30S, melainkan hanya Syam Kamaruzaman sendiri.
i. Tanggal 30 September 1965 malam kira-kira jam 22.00 Kolonel Latief telah melaporkan tentang rencana G30S kepada Jenderal Soeharto di Rumah Sakit Gatot Subroto.

2. Fakta-Fakta Dalam Pelaksanaan Gerakan
a. Pasukan yang digunakan dalam G30S didatangkan ke Jakarta dan bergerak ke Lubang Buaya atas perintah Kostrad.
b. Naskah pengumuman tentang G30S disiapkan oleh Syam dan ditandatangani oleh Untung dan Brigjen Suparjo yang menyatakan penyelamatan Presiden Soekarno dari kudeta Dewan Jenderal.
c. Naskah pengumuman II dan naskah-naskah lain dibuat Syam namun tidak diteken oleh Untung meski namanya disebutkan jadi tidak sah dan nama Letkol Untung telah dicatut oleh Syam. Justru pengumuman ke-2 ini yang isinya bertentangan 180 derajat dengan pengumuman I yaitu mendemisionerkan kabinet Dwikora, kekuasaan berpindah kepada Dewan Revolusi, kenaikan pangkat bagi pelaksana gerakan. Isi pengumuman ini sungguh telah memojokkan G30S dan kemudian digunakan alasan untuk menghancurkannya.
d. Pembunuhan para jenderal tahanan G30S baik di Jakarta maupun Yogyakarta dilakukan sendiri oleh pasukan yang terlibat G30S.
e. Tidak ada penyiksaan, pencungkilan mata, maupun penyiletan kemaluan jenderal oleh Gerwani maupun anggota Pemuda Rakyat, ini sesuai dengan visum et repertum dari tim dokter yang mengautopsi (bedah mayat) para jenderal yaitu tim dokter yang diketuai oleh Brigjen TNI Dr. Rubiono Kertapati dengan visum et repertum nomor 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109 (untuk tujuh korban) yang menyatakan tidak ada bekas penyiksaan dalam tubuh korban seperti penyiksaan, pencungkilan mata, dan sebagainya. Hal itu juga dinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidato pada HUT LKBN Antara tanggal 12 Desember 1965 dan pembukaan Konferensi Gubernur Seluruh Indonesia tanggal 13 Desember 1965.
f. Pada saat gerakan yaitu tanggal 30 September 1965 maupun 1 Oktober 1965, Lubang Buaya menjadi tempat latihan sukarelawan pengganyangan Malaysia ini sedang kosong karena Sukwan dicutikan oleh Komodor Udara Dewanto.
g. D.N. Aidit diambil dari tempat isolasinya di rumah Sersan Suwardi di Halim selanjutnya dipaksa oleh Syam untuk terbang ke Yogyakarta untuk akhirnya jatuh dalam kekuasaan agen intel AD tamatan sekolah intel AD di Bogor bernama Sriharto Harjomiguno yang telah menyusup dalam Biro Khusus PKI. Awal November 1965 Aidit ditangkap dan dieksekusi oleh Kolonel Yassir Hadibroto atas perintah Soeharto.
h. Baik pada saat gerakan tanggal 1 Oktober 1965 maupun sesudahnya tidak ada satupun dari pemerintahan, baik pemerintah Pusat, pemerintah Daerah Tingkat I, Tingkat II maupun sampai Tingkat Kelurahan yang dipaksa turun oleh orang PKI untuk diganti dengan orang-orangnya.
i. Tidak ada gerakan massa PKI dimana pun yang dikerahkan guna mendukung atau membantu G30S.
j. Pada tanggal 1 Oktober 1965 malam hari RRI diambil alih oleh pasukan RPKAD (Kostrad) tanpa terjadi tembak menembak (damai) dan pasukan yang tadinya menguasai RRI (Yon 530) bergabung ke Kostrad kembali kepada induk kesatuan yang memerintahkannya.
k. Jadi memang G30S ini dirancang oleh arsiteknya yaitu Mayjen TNI Soeharto untuk membunuh saingan-saingannya, untuk kemudian gagal, sehingga momen tersebut dapat dipakai dalih untuk menghancurkan PKI dan menggusur Bung Karno.
l. Pada tanggal 2 Oktober 1965 Soeharto didampingi oleh Yuga Sogama dan anggota kelompok bayangannya mendatangi Bung Karno di Istana Bogor meminta agar Bung Karno memberikan kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan. Surat kuasa tersebut merupakan surat kuasa pertama yang mengawali kemenangan Soeharto dan cikal bakal terbentuknya Kopkamtib (kemudian berubah menjadi Bakorstanas), yang merupakan alat palu godam rezim Soeharto untuk melibas siapa saja yang menentang kekuasaan rezim Orde Baru Soeharto.

C. EPILOG.

Fakta-Fakta Setelah Terjadinya Gerakan.
1. Fakta-Fakta Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Jenderal Soeharto
a. Jenderal Soeharto mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin tertinggi Angkatan Darat.
b. Jenderal Soeharto membangkang perintah dengan cara pada waktu pada waktu Jenderal Amir Mahmud dan Jenderal Pranoto Reksosamodro telah dihalangi ketika dipanggil menghadap Presiden Soekarno ke Bogor dalam situasi genting dan sangat menentukan.
c. Melakukan pembredelan mass media sehingga yang bisa terbit hanyalah harian Berita Yhuda dan Angkatan Bersenjata yang merupakan corong mereka guna menciptakan opini luas dan memonopoli kebenaran versi Soeharto.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penyiksaan, perampasan hak asasi manusia, melakukan pembunuhan terhadap Aidit, Lukman, Nyoto yang berstatus menteri sehingga berbuatan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai makar terhadap pemerintahan yang sah guna melaksanakan ambisinya menggusur Bung Karno sebagai Presiden RI. Dengan cara yang disebut sebagai KUDETA MERANGKAK.
e. Menyalahgunakan Surat Perintah 11 Maret 1966 justru untuk menggulingkan Bung Karno, dengan menangkapi para menteri pembantu Bung Karno, memenjarakan dan bahkan ada yang dibunuh.
f. Membubarkan PKI, yang mana Bung Karno sendiri walaupun ditahan sampai mati tidak pernah mau membubarkan PKI.
g. Mengganti secara paksa para anggota DPR dan MPR yang tidak sejalan dengan politiknya untuk diganti dengan orang-orangnya guna melicinkan jalan menuju penggantian Presiden dari Bung Karno kepadanya dan membuat produk-produk hukum guna mendukung kekuasaannya, diantaranya TAP MPRS No.25 tahun 1966 tentang PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara RI dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dan TAP MPRS No.33 tahun 1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah Soekarno.
h. Melakukan pembantaian massal terhadap para tahanan yang telah ditahan dengan dalih pembersihan G30S dan anggota PKI, di mana lebih dari 3.000.000 (tiga juta) orang dibunuh tanpa proses pengadilan dan ini merupakan pembantaian manusia terbesar di dunia di luar perang dan sepanjang sejarah manusia berada di muka bumi.
i. Menerbitkan aturan tidak bersih lingkungan untuk merampas hak azasi manusia keturunan anggota PKI untuk menduduki posisi tertentu dalam pemerintahan misalnya menjadi TNI, POLRI dan Pegawai Negeri maupun pegawai BUMN.
j. Menghasut dan merekrut massa untuk dijadikan atau dipengaruhi sebagai pelaku pembantaian massal terhadap orang-orang PKI.
k. Memalsukan sejarah seolah-olah dalam G30S adalah PKI jadi kedua-duanya adalah satu dalam melakukan gerakan, padahal keduannya adalah berbeda sama sekali.
l. Melakukan penangkapan dan penahanan secara semena-mena tanpa proses hukum serta membuangnya ke Pulau Buru, Nusakambangan, Plantungan dan lain-lain tanpa fasilitas kemanusiaan yang cukup sehingga banyak yang meninggal dunia.

2. Fakta-Fakta Kejadian Lainnya.
PKI dalam hal ini:
a. Tidak ada gerakan massa PKI untuk mendukung G30S.
b. Tidak ada penggantian satu pun dari kepala pemerintahan mulai Kepala Des (Lurah), Camat, Bupati/Walikota, Gubernur maupun Presiden oleh orang PKI.
c. PKI tidak menguasai gedung-gedung pemerintah maupun proyek-proyek vital.
d. PKI tidak mengangkat senjata untuk melawan atau pun melakukan perlawanan bawah tanah sebagai persiapan untuk memberontak.
Jadi tidak ada suatu indikasi maupun bukti bahwa PKI melakukan pemberontakan dan makar terhadap pemerintah yang sah baik di tingkat pusat maupun daerah.

7. KESIMPULAN.


a. Dari kesimpulan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
- Peristiwa 65 adalah merupakan kudeta (makar) yang dilakukan oleh Jenderal Soeharto dengan disponsori secara aktif oleh Amerika Serikat, Inggris, Australia (Blok Barat) untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dan pengikut-pengikutnya dengan diikuti peristiwa pelanggaran HAM berat berupa penangkapan, penahanan, penyiksaan, pembunuhan (penghilangan paksa), dan mendiskriminasi mereka termasuk keturunannya.
- Bahwa Jendera A. Yani cs dibunuh atas rekayasa dan skenario Jenderal Soeharto, guna melancarkan jalan upaya kudetanya.
- Bahwa untuk menguasai dan membentuk pendapat umum, Jenderal Soeharto mulai pada tanggal 2 Oktober sampai tanggal 10 Oktober 1965 melakukan pembredelan (larangan terbit) tanpa hak kepada semua surat kabar kecuali harian Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata yang digunakan sebagai corong propaganda mereka dan telah melansir dan membesar-besarkan berita bohong serta fitnah yang keji seolah-olah telah terjadi penyiksaan, penyiletan kemaluan jenderal-jenderal yang diculik ke Lubang Buaya, dicungkil matanya sambil melakukan pesta seks yang disebut “Pesta Harum Bangsa” oleh Pemuda Rakyat dan Gerwani.
- Akibat fitnah dan berita bohong ini telah menyulut rasa antipati dan histeria massa untuk menghukum orang yang dicurigai sebagai PKI, dan dipakai landasan menfitnah bahwa orang PKI itu amoral, atheis, kafir dan lain-lainnya yang jelek, sehingga perlakuan apa saja dianggap halal dan boleh diterapkan semaunya.
- Bahwa Bung Karno telah ditahan dan mengalami penyiksaan fisik dan psikisnya sampai beliau meninggal dunia.
- Bahwa PKI sebagai kekuatan politik besar yang menang secara demokratis telah secara sistematis dihancurkan oleh kekuatan militer Angkatan Darat atas perintah Soeharto.
- Bahwa untuk dapat melanggengkan kekuasaanya Jenderal Soeharto dan kroni-kroninya telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang cacat hukum antara lain: Tap MPRSNo.25 tahun 1966, Tap MPRS No.33 tahun 1967 tentang Aturan Bersih Diri, Bersih Lingkungan serta aturan-aturan lain yang diskriminatif dan nyata-nyata tidak sejalan dengan norma agama, norma UUD 1945 maupun norma-norma dalam Pancasila serta bertentangan dengan norma-norma yang berlaku universal di seluruh dunia.
- Secara singkat dan tegas dapat dikatakan bahwa Jenderal Soeharto telah melakukan kejahatan sebagai berikut:
1) Melakukan makar (kudeta) terhadap pemerintahan yang sah.
2) Melakukan pelanggaran HAM berat.
3) Melakukan kebohongan publik.
4) Melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
5) Melakukan penyimpangan atas makna Surat Perintah 11 Maret 1966.
Semua kejahatan harus diadili dan dihukum setimpal dan korbannya harus direhabilitasi, diberikan kompensasi maupun restitusi, baik menyangkut harkat dan martabat maupun harta milik dan haknya.

 

0 komentar

Posting Komentar